Salah satu cabang ilmu komputasi adalah pattern recognition/pengenalan pola. Berbagai metode yang dikembangkan dalam pattern recognition bekerja untuk menemukan pola pada data yang menunjukkan satu informasi tertentu. Contoh metode ini misalnya artificial neural network, support vector machine, dsb. Dengan kata lain, kita upayakan (secara otomatis) agar data itu mampu “bercerita” tentang informasi yang terkandung di dalamnya. Seberapa jauh kemampuan data itu “bercerita”, tentunya tergantung dari kualitas dan kuantitas data itu sendiri.
Saat menyelesaikan studi doktoral dulu, saya pernah menganalisa data ekspresi mRNA pasien kanker yang berasal dari analisa microarray. Tentunya yang mengerjakan analisa microarray terhadap sel pasien tsb. bukan saya, melainkan tim dokter (Hokkaido daigaku). Saya hanya menerima data angka-angka saja, dan mendesain metode agar bisa memprediksi status mutasi gen p53 (Tumour Suppressor Gene) dari si pasien : wild type ataukah mutant. Status mutasi ini nanti merupakan bahan pertimbangan dokter untuk memilihkan terapi kanker yang tepat: dengan penyinaran, obat, atau yang lain.
Kalau yang sekarang sedang saya kerjakan adalah membuat prediktor efektifitas terapi interferon pada pasien Hepatitis C kronis, berdasarkan data klinis spt. hepatobiopsy, HCV-RNA, umur dsb. dari si pasien tersebut. Terapi interferon ini cukup banyak efek samping-nya. Sebelum diberi terapi interferon, si pasien akan “diramal” dulu berdasarkan data-data di atas. Kalau hasil prediksi pada ybs. menunjukkan terapi interferon itu tidak akan efektif, dokter akan memilihkan terapi yang lain yang lebih sesuai. Dengan demikian dapat dihindari efek samping yang tidak diperlukan.
Kedua tema ini sepintas berlainan tujuannya, yang satu berkaitan dengan kanker, yang kedua dengan hepatitis. Tetapi dari sudut komputasi, keduanya dapat diselesaikan dengan metode yang sama : pattern recognition (pengenalan pola). Kedua masalah yang domain-nya berlainan itu diterjemahkan” ke bahasa matematika yang universal. Selanjutnya diselesaikan oleh metode komputasi yang tepat. Yang sulit adalah bagaimana menterjemahkan masalah medis itu secara tepat ke “bahasa” yang dapat difahami oleh kalangan komputasi. Ini memerlukan komunikasi intensif antara dokter dan computer-specialist (maksud saya adalah orang komputer yang ditugaskan mendesain solusi komputasi untuk masalah medis tsb).
Komunikasi dua bidang ini kadang tidak mudah. Dua-duanya mengajukan syarat yang cukup sulit. Dokter sebagai end-user memiliki standar yang cukup ketat, karena berhadapan langsung dengan manusia (pasien). Pasien bukanlah windows-PC yang kalau hang, cukup direboot agar “sembuh”. Kesalahan sedikit saja bisa berakibat fatal. Jadi sistem yang dikembangkan haruslah memiliki akurasi tinggi.
Sebaliknya, computer specialist pun mengajukan syarat yang cukup berat juga : “tolong berikan saya data yang cukup banyak dan bagus kualitasnya”. Computer-specialist bukanlah doraemon atau magician yang mampu membuat alat cerdas dan serba bisa. Computer specialist hanyalah sekedar tukang yang bertugas membuat data yang diterima dari dokter
itu dapat “berbicara” lewat metode komputasi tertentu (misalnya artificial neural network, support vector machine dsb). Jadi data yang diolah harus layak baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya, agar “bicaranya” benar. Terutama sekali jumlah sampel. Kalau terlalu sedikit, kualitas output yang dihasilkan juga tidak akurat. Padahal biasanya sampel yang diolah dalam studi semacam ini tidak terlalu banyak, misalnya saja 100 pasien. Itupun bagi dokter sudah merupakan kerja yang sangat berat, untuk mengumpulkan data dari 100 pasien dari tahun ke tahun, menganalisanya satu persatu, dan memilih data lengkap. Tetapi, kalau hasilnya tidak akurat, kesalahan tidak selalu terletak pada metode komputasinya. Bisa juga karena data yang diberikan dokter terlalu sedikit, tidak lengkap dan noisy.
Masalah-masalah itu yang sering dialami di riset biomedical engineering. Jadi walaupun sulit, sistem cerdas untuk keperluan medis bukan tidak mungkin terwujud. Tapi diperlukan dukungan dan kerjasama dari kedua belah pihak : medis dan komputasi.
Wah ternyata keren ya…
Pattern Recognition
Aq baru ambil mata kuliah pengenalan pola dan baru dapet tugas untuk presentasi langkah – langkah rinci dari pengenalan pola
Pattern Recognition ternyata bisa membantu banyak orang
Saya maw tanya tentang hubungan dari bioinformatik, pengolahan citra dan pengenalan pola secara ilmiah maupun teknis implementasinya
terimakasih…
saya juga baru mendapat mata kuliah pattern recognition dalam mata kuliah kapita selekta.
benar – benar hEbat ternyata…,saia juga baru mengambil mata kuliah ini jadi semangat kuliah informatika tidak hanya mengenal sintak tapi juga bisa membamntu banyak orang BRAVO IT