Saat menunggu kereta ke serpong, saya jadi ingat obrolan menarik ttg uang jaman dulu dg sopir yg menjemput di Bandung. Kelahiran th 70 spt saya hanya ingat dulu ada uang “seringgit” senilai Rp 2.5. Bagi yg kelahiran 60, mengalami satu ketip yg senilai Rp 0.5. Ada juga “talen”, yg mungkin jadi awal peribahasa “setali tiga uang”. Nominal paling kecil adalah “peser”, shg ada peribahasa “tidak punya sepeser uang pun”, mirip dengan “mon” di Jepang. Sehingga ungkapan “mon nashi” dipakai untuk menyatakan tidak punya uang sama sekali (nashi=tidak ada). Mata uang terkecil yg pernah saya pegang adalah Rp 5 yang diameternya cukup besar. Mungkin anak-anak sekarang tidak terbayang betapa dulu kita punya 5, 10, 25, 50. Sedangkan 100 rupiah berupa uang kertas. Orang kaya dulu disebut jutawan. Kalau sekarang mungkin milyuner..ah…sudah bergeser mungkin menjadi trillioner ? Kelak kalau angka di mata uang dipangkas tiga nol-nya, maka para miliuner akan menjadi jutawan lagi. Sedangkan saya akan meninggalkan level jutawan untuk menjadi ribuan 😀
Statistik Blog
- 1.717.355 hits
Archives
-
Recent posts
- Diskusi dengan Pusat Riset Arkeometri
- Evaluasi 2022
- Bagaimana mengukur kemiripan logo ?
- Belajar sholat
- Laron, Kupu dan Kunang
- Terlalu indah dilupakan
- Catatan mengikuti IAPR Governing Board Member Meeting 2022 (Montreal)
- Catatan terkena stroke ringan
- Permendagri No.72 tahun 2022
- Dik Mbul utak-atik zoom
- Identifikasi dan Verifikasi pada Pengenalan Wajah
- Foto Bapak dan Ibu Guru kami di SMAN 1 Surakarta
- Pentingnya dataset citra medis untuk pengembangan sistem diagnosis berbasis AI
- NIK Lydia Permata Danira
- Evaluasi 2021
Top Posts & Halaman
- Prof Sarlito : Test sidik jari untuk mengetahui bakat itu penipuan
- Pentingnya dataset citra medis untuk pengembangan sistem diagnosis berbasis AI
- Kesan Saya Mengikuti Pendidikan S1, S2 dan S3 di Jepang
- Membeli alat elektronik di Jepang untuk dipakai di Indonesia
- Presentasi dalam bahasa Jepang
- Huruf apa yang paling sering muncul di bahasa Indonesia ?
- Membedah teknologi e-KTP
- "Mata kondo" : Menolak secara halus ala Jepang
- Curse of Dimensionality (Kutukan dimensi tinggi)
- Thesis di Jepang vs Thesis di Indonesia
Recent comments
Muhamad irpan pada Tali, Peser, Ketip, Ringgit da… Amelia pada Prof Sarlito : Test sidik jari… Anto Satriyo Nugroho pada Karyasiswa dan kewajiban … Agus sumarno pada Karyasiswa dan kewajiban … Scholarship 101: Rag… pada Karyasiswa dan kewajiban … Kategori
Awan Kategori
antobento apki biomedical eng. & bioinformatics catatan kerja coffee morning datamining dunia chip-chup-chop edukasi anak gado-gado Indonesiaku internet japanology keluarga kernel methods kesehatan kuliah linux linux, zaurus, iPod & komputer living in Japan memory neuro nihongo persiapan pulang potret Indonesiaku renungan hidup research scheduler talk & seminars trip report UncategorizedMeta
Saya tau tentang talen dan ketip peser karena orang tua terutama bapak saya selalu bercerita tentang masa mudanya di jakarta tempo dulu, saat waktu luang seperti sore selalu bercerita tentang kehidupan pas masih muda yang selalu merantau dari banten sampai jakarta udah dilalui jadi semakin sayang kepada orang tua karena semangatnya masih ada sampai sekarang usia lansia love you bapak.