Thesis atau skripsi adalah dokumen “sakral”, dimana nama murid bersanding dengan nama pembimbingnya. Nama pembimbing menjadi jaminan ke dunia luar, bahwa siswa itu setelah lewat fase perjuangan berat, berhak lulus dan menyandang gelar sarjana. Dokumen itu jadi saksi seumur hidup, hubungan guru-murid, kasih sayang, dedikasi guru dan perjuangan murid dalam meraih ilmu.
Dalam membimbing tugas akhir, saya berorientasi kualitas. Murid saya harus rutin melaporkan kemajuan, dan saya menemaninya menyelesaikan masalah. Adakalanya saya temani mereka mengerjakan TA, sampai lewat tengah malam. Itu semua adalah bentuk kecintaan saya kepada siswa bimbingan saya, agar anak didik saya mampu mengambil pengalaman dan pengetahuan dari penyelesaian thesis tsb. Saya ajari mereka memformulasikan masalah, menyelesaikannya, sebagai ajang latih pola berfikir, kelak kalau mereka terjun ke masyarakat.
Karena itu, saya sering prihatin kalau melihat status-status di jejaring sosial, dimana mahasiswa merendahkan kesarjanaan, skripsi dll. Misalnya dengan memplesetkan sebutan, atau menulis berniat sekali menghapus file-file skripsi, setelah lulus. Begitu bodohkah anak-anak ini ? Bodoh sekali kalau tidak suka TA/skripsi, tapi rela mengerjakan skripsi cuma demi kelulusan. Kalau murid saya berani menulis spt itu, langsung saat itu juga saya hentikan bimbingan dan usir dari ruangan saya. Langsung saya beri nilai 0, karena tidak menghargai ilmu dan menghormati perjuangan gurunya. Nabi Sulaiman ditawarkan Allah SWT: harta, kekuasaan dan ilmu. Beliau memilih ilmu, yang kemudian ketiga-tiganya Beliau raih juga. Sadarlah Nak… Bangsa ini tidak akan maju kalau cara berfikir jahiliyah seperti di atas masih dipertahankan.