Ketika masih mahasiswa di Jepang, teman saya cerita ttg berbagai macam pekerjaan arubaito. Salah satu yang honornya tinggi tapi banyak yang tidak mau adalah petugas membersihkan ruang bedah jenazah. Saya tidak tahu detailnya, tapi diceritakan bahwa badan mereka setelah bekerja, akan dihinggapi bau yang sulit hilang. Saya tidak pernah bekerja (part time) di tempat autopsi. Paling bekerja di loper koran dan mengajar bahasa Indonesia. Tiba-tiba saja teringat cerita tersebut, saat melihat film “The Autopsy of Jane Doe”, bedah jenazah yang ternyata berusia 300 tahun. Korban ritual masa lampau.
Saya dulu ditawari bedah otopsi untuk anak pertama saya (namanya : Sarah Sekar Kinanti) yang meninggal usia 9 bulan dalam kandungan setelah istri opname sekitar 2 bulan. Tujuannya mengetahui penyebab meninggalnya anak saya. Yang dokter tahu selama dalam kandungan, ada pembengkakan (ascites) dan paru-parunya tidak berkembang. Kasus tersebut termasuk langka, sehingga akan bermanfaat bagi dokter jika diizinkan untuk membedahnya. Tapi akhirnya kami menolak tawaran tersebut karena akan segera membawa jenazah anak kami ke Indonesia.
Bagi saya koq menarik ya, lika-liku kehidupan dunia autopsy. Saya tanya ke emak dan Alya : “Apa pendapatmu jika bapak profesinya beda autopsi ?” Wah…keduanya menolak =D