
Sabtu, tanggal 3 Agustus 2019 saya mengikuti FGD yang diselenggarakan di UI, dihadiri oleh Dr. Taufik Sutanto, Dr. Andry Alamsyah, Dr. Setio Pramono dan beberapa rekan yang lain. Kami berdiskusi mengenai kurikulum Data Science. Dalam meeting tersebut, saya merasa sulit untuk berkata-kata. Waktu itu saya akan mengucapkan kata “artefact”, tapi sulit sekali keluar dari mulut saya walaupun otak saya faham apa yang akan saya ucapkan. Kesulitan ini saya alami sejak beberapa hari sebelumnya, ketika kelompok penelitian saya berdiskusi, saya kesulitan untuk menyampaikan kalimat demi kalimat ke teman saya : Rizki dan Wawan. Kemudian ada satu hal lagi yang aneh, saya berulangkali gagal login ke HP. Saya heran, apa saya salah ketik password. Sampai jengkel saya, karena hal tersebut berulang kali terjadi. Setelah saya perhatikan, ternyata pergerakan jari saya agak aneh. Password tidak saya ketikkan dengan benar, sehingga saya gagal login.
Ini berlanjut sampai hari Sabtu tersebut. Mas Andry menyampaikan : “Sepertinya mas Anto terkena stroke”. Saya kaget. Stroke adalah penyakit yang saya tidak terbayang akan mengena saya. Kata mas Andry, hal tersebut terjadi juga pada keluarganya. Gejalanya mirip, yaitu sulit sekali mengatakan apa yang ingin dikatakan. Setelah itu sorenya saya pulang ke Solo. Istri saya sudah kontak Dr. Suryo Aribowo, yang selama ini menangani hipertensi saya. Bobo (panggilan Dr. Suryo) minta agar saya segera dibawa ke RS PKU Muhammadiyah.
Minggu pagi saya sampai di Solo, dan langsung dibawa ke RS PKU. Di sana sudah ada Bobo yang memberi instruksi agar saya diperiksa. Sepertinya alat yg dipakai adalah MRI. Saya dipotret beberapa kali. Setelah selesai, Bobo minta saya opname. Waah, sekali-kalinya masuk RS, saya langsung opname
Setelah itu saya mulai masuk kamar di RS, dan dipasang infus dan obat. Pengalaman pertama bagi saya diinfus Dokter yang menangani adalah Dr. Kamila, yang memang spesialis syaraf. Kalau mas Bobo spesialis penyakit dalam, saya kurang tahu detailnya, tapi kalau konsultasi hipertensi saya ke beliau.
Selama dirawat di RS saya mendapat fisio-terapi. Diminta untuk mengucapkan kata, menggerakkan jari ke satu tujuan, dst. Beberapa kali terapi dilakukan oleh petugas khusus. Hasil analisa MRI menyatakan kalau satu bagian di otak saya “terkena”. Ada bercak/garis hitam tipis. Itu yang menyebabkan saya stroke. Efeknya selain pada sulitnya ucapan, terganggunya ingatan, juga mudah tersinggung.
Selama di RS banyak sekali teman, saudara, tetangga dsb. yang menengok saya. Kami sangat terharu karena tadinya tidak mengabarkan kalau saya di-opname. Semoga Allah SWT membalas budi baik para sahabat tersebut.
Kemungkinan penyebab stroke ringan itu adalah gula. Sebenarnya gula saya walaupun tidak dalam taraf normal, tapi tidak terlalu tinggi (sekitar 200). Tetapi kata dokter, efeknya bisa merembet kemana-mana, salah satunya mungkin stroke tersebut. Selama di RS, menu saya diatur agar “aman”, tidak pakai gula (atau sedikit sekali). Memang membosankan kalau tidak merasakan manisnya gula, tapi saya harus berjuang agar kembali sehat seperti sedia kala.
Waktu itu ada gejala lain yang saya rasakan. Doa-doa yang biasa saya baca, tiba-tiba banyak yang lupa. Wudlu juga urutannya kadang suka terbalik, antara membasuh muka dan tangan. Berarti efek stroke ringan itu pengaruhnya sampai pada ingatan. Tanda tangan juga sulit, karena tidak mudah menggerakkan tangan seperti yang diinginkan. Saya melatih berulang kali, agar tangan mau bergerak seperti yang saya inginkan. Di situ saya memahami, betapa besar rahmat Allah SWT terhadap pergerakan tubuh yang disinkronkan dengan kehendak seseorang. Tulisan tangan saya pun jadi sulit dilakukan, karena itu lebih kompleks dari sekedar membubuhkan tanda tangan.
Dua minggu saya berada di RS, dan akhirnya diperbolehkan pulang. Kata dokter, saya diminta hati-hati dan menjaga makanan dan kesehatan tubuh, tidak boleh terlalu capek dan berbagai tips yang lain. Saya usahakan agar berangkat tidur pada jam 9 malam, dan setidaknya 6-7 jam tidur sehari semalam. Saya tidak berani lagi bangun sampai larut malam, mengejar target pekerjaan sebagaimana dahulu.
Tiap bulan sampai sekarang saya selalu konsultasi dengan Dr. Karmila. Beliau menanyakan perkembangan kesehatan saya dan keluhan yang mungkin saya rasakan. Saya laporkan kalau kesehatan saya makin lama, makin membaik. Saya sudah bisa mengucapkan kata-kata, membentuk kalimat utuh, walaupun terpaksa tempo bicara saya turunkan. Koordinasi antara otak dan motorik (mulut) perlu disinkronkan. Dengan begitu lambat laun, tempo bisa saya percepat sampai sekarang.
Saya cerita ke bu dokter, bahwa proses kesembuhan itu memang perlu waktu lama, bertahun-tahun. Tapi saya “menikmati”-nya sebagai proses belajar. Saya jadi mengerti pentingnya ingatan, ketika saya mengalami gangguan ingatan. Ketika itu saya kadang suka salah sebut nama, sehingga kami semua jadi tertawa. Ini tandanya ingatan (ttg nama) dan ucapan belum sinkron.
Satu hal yang saya laporkan ke bu dokter, adalah mudahnya saya tersinggung oleh ucapan orang lain. Kata dokter, memang itu adalah salah satu akibat stroke. Apa yang harus saya lakukan ? Dokter menyarankan agar kalau tersinggung, disampaikan saja eksplisit kalau saya tersinggung. Itu lebih baik, kata dokter. Waaah, itu satu-satunya yang saya tidak patuhi. Selama ini kalau tersinggung, saya simpan dalam hati. Saya fahami, kalau itu akibat stroke sehingga saya harus bersabar dan menghibur diri. Jangan sampai mudah tersinggung, mudah marah ke lain orang. Mungkin cara saya ini tidak benar menurut ilmu kesehatan, tapi saya berdoa agar tidak mempengaruhi upaya saya untuk menjadi sehat seperti sediakala.
PS: satu hal penting yang saya pelajari dari kasus di atas adalah : biasakan menulis catatan, selengkap mungkin, sebisa mungkin. Sewaktu-waktu ingatan kita bisa saja terganggu. Jika itu terjadi, maka catatan itu akan sangat membantu.