Hari ini kami berdiskusi dengan rekan-rekan Pusat Riset Arkeometri BRIN. Arkeometri adalah cabang ilmu sejarah masa lampau melalu barang-barang yang ditinggalkan, seperti candi, fosil, lukisan di gua dsb. Rekan-rekan Arkeometri, sedang melakukan penelitian untuk menganalisa berbagai peninggalan di Indonesia, terutama cadas. Lewat diskusi pagi ini, berharap bantuan teknologi Artificial Intelligence untuk menguak misteri di jaman prasejarah, yang tersimpan di balik “lukisan bisu” di gua tersebut.
Saya sangat senang mengikuti diskusi tersebut. Karena dulu pernah berkeinginan suatu saat ingin melakukan penelitian, menggali peninggalan purbakala. Ibaratnya yang dilakukan Indiana Jones, yang kemudian menceritakan di kelas kepada murid2nya, apa yang dia ketahui dan temukan dari tengkorak yang dibawanya
Saya sampaikan, kalau hal ini ini seperti yang dilakukan Champollion yang menemukan batu Hierogliph dan menghabiskan waktu belasan tahun untuk bisa memahami tulisan di batu Rosetta. Akhirnya dia temukan rahasia, cara memahami tulisan Hierogliph berbekal kemampuannya berbahasa asing, memahami cara penyampaian suatu konsep dalam bahasa tertentu (kalau tidak salah Champollion menguasai 18 bahasa). Kami membahas juga, contoh pemakaian biometrik untuk menganalisa wajah patung-patung tentara/terakota Cina dinasti Qin, menganalisa identitas seseorang dari telapak tangan, pemakaian Computer Vision untuk analisa patung Budha di Nara, candi Borobudur dan berbagai topik lain yang menggabungkan arkeometri dan Computer Vision.
Ibaratnya rekan-rekan Arkeometri memiliki data, kami memiliki metode. Keduanya kalau disinergikan akan beresultan positif. Banyak benang merah yang bisa kita baca dari artefak tersebut.
Saya usulkan, agar Pusat Riset Arkeometri mengajak Pusat Riset Sains Data dan Informasi, Pusat Riset Komputasi dan yang lain agar bisa memanfaatkan kemampuan machine learning, computer vision dan high performance computing yang dimiliki BRIN. Saya perkenalkan juga riset Pak Setiawan Hadi dan Pak Windu Kesiman (dari Univ. Padjadjaran dan Universitas Pendidikan Ganesha), dua rekan di Indonesian Association for Pattern Recognition (INAPR) yang melakukan eksplorasi dan mengembangkan digitalisasi naskah kuno Sunda dan Bali.
Semoga jadi awal yang baik untuk kolaborasi ke depan.