Kesan Saya Mengikuti Pendidikan S1, S2 dan S3 di Jepang

Di satu milis, saya pernah membaca pendapat seorang rekan, bahwa studi di Jepang lebih mudah daripada Indonesia, atau sebaliknya. Karena saya tidak pernah mengikuti pendidikan di perguruan tinggi Indonesia , saya tidak dapat membuat perbandingan yang fair antara keduanya. Di Jepang sendiri pola kehidupan riset antara satu laboratorium berlainan satu sama lain. Berbeda bidang keilmuan, juga membuat pola kehidupan riset berbeda. Ada lab. yang menuntut siswa berpola seven-eleven (masuk jam 7 pagi pulang jam 11 malam), tetapi ada juga yang cukup datang ke lab. beberapa kali saja dalam seminggu, karena risetnya bisa dilakukan di rumah, atau bisa dilakukan dengan remote login 😀 .

Membuat perbandingan yang fair dan make sense memang sulit, karena taihen-tidaknya kehidupan gakusei tidak dapat dinilai semata dari lamanya berada di lab.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membandingkan satu sama lain, melainkan sekedar kesan pribadi yang saya tulis ulang berdasarkan posting di milis ppi-jepang saat kami mendiskusikan pendidikan S1, S2 dan S3 di Jepang. Tentunya tulisan ini hanya terbatas pada apa yang saya alami, saya baca dan saya dengar saja, selama mengikuti pendidikan S1 (1991-1995), S2 (1998-2000) dan S3 (2000-2003) di Jepang, pada jurusan Elektro-Komputer Nagoya Institute of Technology. Mungkin saja orang lain memiliki kesan dan pengalaman yang berbeda. Justru kalau ada pengalaman berbeda, saya akan sangat berterima kasih jika dapat ditulis sebagai komentar atas tulisan ini.

  1. S1 (Bachelor)
    1. Mensyaratkan secara mutlak kemampuan bahasa Jepang (JLPT) level 1 (menguasai baca tulis minimal 2000 kanji, bisa mengikuti berita di TV dan surat kabar, bisa membuat laporan dalam bahasa Jepang)
    2. Untuk mendapatkan nilai yang baik di perkuliahan, relatif cukup sulit dibandingkan saat saya mengikuti pendidikan S2. Ujian tulis, laporan, harus dibuat dalam nihonggo. Kalau tidak punya sempai, akan mendapat kesulitan dalam membuat laporan praktikum, karena tidak punya contoh, seperti apa laporan itu harus dibuat. Tips : ikutlah bukatsudou (ekstra kurikuler) agar mendapat teman.
    3. Kesulitan utama mahasiswa asing S1 pada tahun-tahun pertama umumnya sbb.
      1. Tidak mampu membaca tulisan sensei di papan tulis
      2. Tidak mampu menangkap sepenuhnya materi kuliah yang disampaikan secara lisan
      3. Sulit punya teman
      4. Saat ujian, sulit untuk menuliskan jawabannya dalam bahasa Jepang. Pernah ada soal teori olah raga mengenai teknik memenangkan pertandingan Sumo jika kedua atlit-nya sama kuat. Karena kesulitan mencari kata, akhirnya saya tulis penjelasannya dalam bentuk karikatur (komik) dengan kalimat seadanya. Syukurlah Sensei-nya bijaksana, dan memahami karikatur saya 😀
    4. Persyaratan SKS untuk lulus relatif lebih sedikit dibanding Indonesia, biasanya sekitar 130. Rata-rata 2 SKS per mata kuliah. Tetapi adakalanya satu mata kuliah hitungan SKS-nya kurang dari 1 (1/2, atau 1/4), misalnya Sports Theory, karena akan disatukan dengan nilai praktek.
    5. Tahun I s/d III mengikuti kuliah, sedangkan tahun IV (tahun terakhir) siswa masuk ke salah satu laboratorium untuk mengerjakan tugas akhir. Di beberapa perguruan tinggi, kadang sudah diarahkan untuk masuk ke suatu laboratorium sejak tingkat II atau III.
    6. Di lab. saya dulu, mahasiswa tingkat IV sekalipun, harus datang tiap hari dan aktif mengikuti kegiatan seminar di lab. Tidak ada bedanya dengan mahasiswa master atau doktor. Seminggu ada sekitar 2 s/d 3 kali seminar, dimana tiap siswa diharuskan melaporkan kemajuan riset yang dilakukan. Sehari minimal 8 jam bekerja di lab. (10.00 s/d 18.00) walaupun dulu banyak juga teman yang bermalam di lab.
    7. Seminar di lab. kami sebanyak 3 kali seminggu hingga menjelang liburan musim panas. Sesudah itu, hanya 1 kali seminggu, yaitu kentoukai, hingga bulan Maret.
      1. UNIX Zemi : tiap siswa diberi tugas untuk belajar UNIX (UNIX commands, awk, sed, LaTeX, emacs, vi, dsb), dan membuat manual/panduan untuk diajarkan ke anggota lab. yang lain. Zemi ini diselenggarakan sekali tiap minggu hingga akhir Juli, dan kumpulan panduan-nya (kami sebut UNI-BON maksudnya UNIX no hon atau buku UNIX) dijilid dan dibagikan ke tiap siswa. Setelah zemi ini selesai, diharapkan kami semua dapat memakai UNIX untuk keperluan riset. PC di lab. kami memakai SunOS, Solaris dan FreeBSD. Saat S1 dulu saya dapat tugas membahas B-Shell (Borne Shell).
      2. Rinkoh (輪講) : tiap siswa diberi tugas membuat resume satu materi yang berkaitan dengan riset yang dilakukan untuk dipresentasikan dan didiskusikan. Materi ini biasanya adalah teori dasar yang harus difahami sebelum mengerjakan riset tugas akhir. Misalnya untuk Neuro-Group, materi yang dibahas adalah Neuron (shinkei saibou), Perceptron, BackPropagation, Hopfield Neural Network, Self Organizing Feature Map, CombNET, Neocognitron, Vision (bukunya D.Marr) , DP Matching, dsb. Sebagaimana UNIX Zemi, kegiatan rinkoh di lab. kami biasanya selesai pada bulan Juli, menjelang liburan musim panas.
      3. Kentoukai (検討会) : tiap siswa diharuskan mempresentasikan kemajuan riset yang dilakukan. Yang harus kami perhatikan saat itu adalah: kewajiban kuliah, maupun kewajiban presentasi pada dua zemi yang lain (rinkoh & unix zemi) tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk tidak sempat melakukan riset. Riset adalah kewajiban yang tetap harus dilakukan walaupun ada tugas-tugas kuliah dan presentasi zemi yang lain.
    8. Tugas akhir S1 biasanya membantu penelitian sempai atau sensei. Ada juga tema yang dikerjakan secara kolektif (dibagi-bagi beberapa orang), tetapi di jurusan informatika biasanya tiap orang 1 tema riset. Tema yang kolektif sepintas “menyenangkan” karena bekerja dalam satu tim, tetapi kalau ada satu anak yang malas dan jarang masuk akan membuat pekerjaan jadi tidak lancar.
    9. Chuukan Happyo (中間発表) semacam mid-presentasi, yang diselenggarakan pada bulan Desember. Kami diminta untuk mempresentasikan kemajuan riset yang dilakukan di depan semua group penelitian di lab. Presentasi ini walaupun hanya untuk internal laboratorium, tetapi sifatnya formal dan benar-benar diuji (atau tepatnya dibantai 😀 ). Penelitian ditargetkan sudah selesai 90%. Presentasi yang tidak memuaskan sensei akan kena teguran keras.
    10. Thesis S1 umumnya harus ditulis dalam bahasa Jepang. Thesis di Jepang biasanya relatif singkat, kadang ada thesis yang hanya sekitar 40 halaman. Evaluasi kelulusan ditentukan bukan berdasar bagus tidaknya sebuah thesis, tetapi dievaluasi berdasarkan kemajuan penelitian selama setahun yang senantiasa dimonitor dari minggu ke minggu. Kalau sensei menilai siswa tidak layak diluluskan, ybs. tidak akan diijinkan menulis thesis maupun presentasi tugas akhir.
    11. Presentasi tugas akhir kalau di jur. teknik, biasanya sekitar 10 menit (7 menit presentasi + 3 menit tanya jawab). Tetapi di beberapa jurusan tertentu, banyak yg tidak mengharuskan presentasi tugas akhir. Ada juga yang 3 menit + 1 menit. Kata seorang dai-sensei, penelitian yg baik adalah yg bisa dipresentasikan dalam waktu 3 menit (^^; Sebelum hari presentasi, urutan slide, kata-kata yang diucapkan akan dievaluasi oleh seluruh anggota lab. Tiap siswa diminta untuk berlatih presentasi dengan timer, agar waktu 7 menit itu bisa berjalan efektif.
    12. Tips presentasi klik di sini
    13. Tugas Akhir dilakukan bukan untuk tujuan kelulusan semata ! Walaupun sudah selesai melakukan presentasi tugas akhir, bukan berarti riset dan kehidupan di lab. selesai. Riset tetap berlangsung hingga bulan Maret. Saya dulu tetap melakukan riset hingga saat berpamitan ke sensei untuk pulang ke Indonesia.
    14. Setelah presentasi berakhir, lab. mengadakan pesta syukuran internal lab. yang biasa kami sebut “Sotsuron-Shuuron HappyouUchi Age” (卒論・修論発表打ち上げ). Dalam pesta ini Sensei akan mengumumkan secara informal hasil penilaian akhir terhadap mahasiswanya. Biasanya semua yang diperbolehkan presentasi tugas akhir adalah dianggap layak lulus. Kalau sensei menganggap seseorang tidak layak lulus, mahasiswa tsb. tidak diperkenankan menulis tugas akhir (lihat No.10 di atas).
    15. Wisuda S1 di Jepang tidak terlalu mengesankan dibanding saat di Indonesia. Kami hanya mendengarkan pidato saja, dan kemudian kembali ke lab. Ijazah dibagikan di lab. Ada juga teman saya yang tidak mengikuti wisuda yang katanya membosankan :D, dan memilih main ke Nagoya (Shindu-kun..oboeteru kai ?) . Dekorasi panggung di Jepang untuk acara wisuda, penerimaan mahasiswa baru, maupun acara lain biasanya sederhana seperti pada foto di bawah. Pakaian yang dipakai oleh wisudawan/wati jas formal biasa saja, tapi boleh juga memakai kimono/hakama.

      Nyuugaku-shiki (Upacara Penerimaan Mahasiswa Baru tahun 2000)

  2. S2 (Master)
    1. Mahasiswa S2 dianggap lebih “dewasa”, dan telah memiliki pengalaman riset, karena itu sistem perkuliahan biasanya dalam bentuk diskusi, rinkoh (baca paper & presentasi), debat, dsb.
    2. Kemampuan nihonggo mungkin level 3 JLPT sudah cukup, dan thesis biasanya diperbolehkan ditulis dalam bahasa Inggris
    3. Kalau di lab. saya dulu, tahun I adalah diarahkan untuk membiasakan membaca paper, dan mencari tema. Sedangkan tahun ke-II full konsentrasi pada riset.
    4. Titik berat evaluasi seorang mhs. S2 adalah risetnya, bukan pada nilai kuliahnya. Saat saya mengikuti program S2, nilai kuliah jauh lebih mudah diperoleh daripada saat masih di S1. Tapi sebagus apa pun nilai kuliahnya (walau semua nilai kuliah A sekalipun), tidak akan ada manfaatnya jika riset tidak berhasil dengan baik. Kelulusan ditentukan dari riset yang dilakukan
    5. Saat master tahun kedua, ada keharusan untuk mempresentasikan penelitian pada chuukan happyo sebagaimana saat S1.
    6. Sering ada keharusan agar mahasiswa S2 pernah mempresentasikan hasil studinya di kenkyukai (domestic conference)
    7. Presentasi akhir di tempat saya dulu 20 menit presentasi + 10 menit tanya jawab.
    8. Disertasi & publikasi saya tulis dalam bahasa Inggris, agar dapat dibaca oleh semua orang. Kalau ditulis dalam bahasa Jepang, hanya akan dapat dibaca oleh orang Jepang atau mereka yang menguasai bahasa Jepang saja. Tetapi presentasi tetap saya lakukan dalam bahasa Jepang.
    9. Wisuda S2 sama halnya dengan S1, hanya mendengarkan pidato, pembagian hadiah bagi yang berprestasi baik. Ijazah di bagikan di tiap jurusan secara sederhana saja, bukan secara formal.


      Wisuda 25 Maret 2003

  3. S3 (Doctoral)
    1. Waktu untuk riset praktis hanya sekitar 2 tahun, karena tahun ke-3 akan disibukkan dg penulisan disertasi & mengurus syarat-syarat administratif
    2. Biasanya tidak ada lagi kewajiban mengikuti kuliah. Dulu saya tiga tahun full riset, tidak ada kuliah yang harus diambil. Tetapi di beberapa perguruan tinggi (bukan jurusan elektro) ada juga yang mewajibkan siswa S3 untuk mengikuti beberapa mata kuliah.
    3. Mahasiswa S3 harus mandiri mengerjakan riset, termasuk dalam mencari tema.
    4. Biasanya kami datang pagi-pagi sekitar pk.08.00 dan pulang malam sekitar pk.21.00. Tetapi sering juga melewatkan malam di kampus, karena suasana malam hari lebih mudah konsentrasi. Beberapa teman di jurusan biologi kadang sampai dini hari melakukan riset di kampus, karena obyek risetnya makhluk hidup yang kadang harus terus menerus diamati. Pernah juga saya dengar teman yang berhari-hari menginap di kampus untuk melakukan riset. Biasanya teman-teman yang risetnya memakai peralatan praktikum (biologi, material science, elektro, dsb) rata-rata membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk bekerja di kampus.
    5. Tidak ada perbedaan hari biasa, hari Sabtu, hari Minggu, siang atau malam. Sabtu, Minggu atau hari libur bukan berarti libur dari riset. Tentukan waktu istirahat menyesuaikan perkembangan riset yg dilakukan.
    6. Saat S3, dalam seminar rutin di lab. saya membiasakan untuk membuat slide dalam bahasa Inggris, sedangkan presentasinya dalam bahasa Jepang. Mengapa demikian ? Presentasi tujuannya adalah mengkomunikasikan ide dari seseorang kepada pendengarnya. Karena itu pemilihan bahasa, pemilihan kata, dan cara penyajian perlu diusahakan agar sesuai dengan karakteristik pendengarnya. Banyak mahasiswa Jepang yang sulit mengikuti presentasi dalam bahasa Inggris, sehingga saya memakai bahasa Jepang untuk presentasi. Tetapi kalau semua disampaikan memakai bahasa Jepang, foreign students di lab. saya tidak bisa mengikuti. Akibatnya saya tidak akan mendapat pertanyaan atau masukan. Tidak ada pertanyaan, komentar atau kritikan berarti suatu kegagalan ! Karena itu slide saya buat dalam bahasa Inggris, dan presentasi oral dengan bahasa Jepang. Dengan kombinasi ini, saya berharap agar materi presentasi saya bisa diikuti baik oleh teman Jepang maupun non-Jepang. Selain itu ini juga latihan bagi saya sendiri, agar tidak terpaku membaca kalimat yang tertulis pada slide, melainkan cukup menangkap idenya dan sampaikan dengan bahasa sendiri. Slide cukup memuat gambar dan kata-kata kunci.
    7. Syarat kelulusan S3 berbeda-beda tergantung sensei, bidang dan konvensi yg berlaku di jurusan ybs. Ada yg mensyaratkan 1 jurnal paper, ada yg mensyaratkan 2, 3 dst. Tetapi ada juga yg tidak mensyaratkan hal tsb. di atas.
    8. Penting untuk menjaga hubungan dan kepercayaan dengan sensei. Saya dulu dapat tips: “anggaplah sensei itu calon ayah mertuamu” 😀
    9. Karena sensei saya sangat sibuk, dalam konsultasi saya usahakan agar bisa efektif walaupun waktu konsultasinya singkat. Untuk itu saya siapkan barang 1 s/d 2 lembar slide, untuk bahan cerita. Slide dibuat agar bisa difahami dalam waktu singkat:
      1. Isi slide lebih kurang sbb.
        1. Formulasi masalah yang sedang dikerjakan dan latar belakangnya
        2. Masalah apa yang sedang dihadapi ?
        3. Rencana ke depan (Future work)
      2. Slide dibuat mengikuti prinsip KISS (Keep It Simple, Stupid), agar sensei bisa cepat menangkap inti dari pekerjaan saya dan bisa segera memberikan masukan yang jitu
    10. Walau sangat jarang, tapi saya pernah dengar seorang sempai yg tidak boleh mempublikasikan risetnya karena riset yang dilakukan masuk kategori rahasia perusahaan. Sempai itu tetap lulus S3, karena kemampuannya sebagai peneliti diakui, walaupun ybs. tidak memiliki publikasi.
    11. Presentasi S3 biasanya lebih panjang daripada saat S1 dan S2. Presentasi saya dulu dijatahkan 1 jam, sudah termasuk tanya jawab. Presentasi dilakukan dua kali, yaitu sidang tertutup di depan professor-professor penguji dan pada sidang terbuka. Di beberapa perguruan tinggi kadang ada yang hanya satu kali saja, yaitu public defense.
    12. Sama halnya dengan saat S1 maupun S2, riset tetap dilanjutkan walau defense sudah selesai & sudah dinyatakan lulus. Riset bukan untuk kelulusan semata. Saat itu saya masih diminta mempresentasikan kemajuan riset yang dilakukan dalam meeting dengan perusahaan partner kolaborasi kami, padahal esoknya saya berangkat pulang ke Indonesia. Sepertinya ini memang sudah menjadi budaya kampus di Jepang
    13. Saya memperoleh dua versi Ijazah. Dalam ijazah bahasa Jepang, gelar akademik yang saya terima adalah “Hakase (kougaku)”, yang kalau diterjemahkan menjadi Doctor of Engineering sebagaimana tertulis di ijazah versi bahasa Inggris. Tetapi ada juga rekan yang sebelum lulus diberi kesempatan memilih gelar versi bahasa Inggrisnya, apakah Doctor of Science, PhD, atau sebutan yang lain. Jadi sama-sama lulusan Jepang, bisa saja gelar akademiknya yang dipakai berlainan. Menurut informasi, gelar PhD biasanya dari Amerika, sedangkan Doktor berasal dari Eropa. Yang unik, di Jepang sendiri pernah ada perubahan aturan penulisan gelar. Lulusan Jepang sampai sebelum th.91, gelar yg diberikan untuk jurusan teknik adalah 工学博士 (baca: kougaku hakase). Tetapi sejak tahun 91, sesuai dengan aturan terbaru mengenai gelar akademik, aturan penulisannya diubah menjadi 博士(工学). Kalau diperhatikan riwayat pendidikan sensei-sensei lama, biasanya gelarnya tertulis 工学博士, sedangkan sensei yang masih muda (lulus doktor setelah tahun 1991) gelarnya tertulis 博士(工学). Kalau di rigakubu (jurusan sains), gelarnya 博士(理学)
    14. Di kampus saya, wisudawan S3 dipanggil satu per satu ke panggung dan diberi ijazah. Setelah itu khusus wisudawan S3 dan keluarganya dikumpulkan dalam satu ruangan, dan kami diajak kampai (party) bersama rektor.
    15. Tradisi pakaian saat wisuda di Jepang adalah mengenakan jas formal atau kimono. Tidak ada kebiasaan mengenakan toga. Tetapi , saat akan wisuda doktoral tahun 2003, saya mendapat tawaran untuk memakai toga. Saat membaca email pak Doni di milis ppi-jepang, ternyata di Tokyo University wisuda juga boleh memakai toga, sejak tahun 2003. Saya tidak tahu apakah memang ada edaran khusus dari pemerintah (Monbukagakusho), sehingga waktunya bisa bersamaan. Yang jelas saya nggak memakai toga, melainkan jas sama dengan yang saya pakai juga di saat wisuda S1(’95), S2 (2000), saat akad nikah (2000) dan saat membawa jenazah anak saya ke Indonesia (2001). Belakangan baru tahu kalau di jas saya ada tulisan “regret man” 😀

Catatan Tambahan :

  1. Apa yang membedakan persyaratan riset yang dilakukan untuk memperoleh degree S1, S2 dan S3 di Jepang ? Ada berbagai macam pendapat yang pernah saya dengar, sbb.
    1. Hakuraku Sensei menuliskan di bukunya bahwa degree S1 itu sanka-shou (参加賞: tanda penghargaan keikutsertaan), degree S2 itu douryoku-shou (動力賞: tandapenghargaan atas kerja keras yang dilakukan), degree S3 adalah tahap pertama kemampuan seseorang diakui sebagai peneliti (semacam KTP). Hal yang sama pernah saya dengar dari sensei di lab.
    2. Fujiwara Sensei, dosen saya saat kuliah dulu pernah menyampaikan di kelas sbb.: S2 itu tugasnya menyelesaikan masalah yg tidak dapat dipecahkan (解けない問題を解く). S3 itu tugasnya membuat masalah yg tidak bisa dipecahkan (解けない問題を創る)
  2. Hakuraku Sensei berlatar belakang pendidikan biologi Nagoya Daigaku, sedangkan Fujiwara Sensei dari bidang elektro. Jadi pendapat yang beliau utarakan dimaksudkan untuk jurusan rikougakubu (science & engineering). Saya belum temukan kriteria untuk Social Science.
  3. Pendidikan S3 yang saya ikuti adalah 課程博士 (baca: katei hakase), yaitu mengikuti program formal selama 3 tahun. Selain lewat program formal, di Jepang gelar doktor bisa diperoleh tanpa mengikuti pendidikan formal melainkan by paper atau disebut 論文博士 (baca: ronbun hakase). Untuk ronbun hakase, syarat jurnalnya lebih banyak daripada katei hakase, yaitu sekitar 5 buah. Biasanya yang mengambil ronbun hakase ini adalah peneliti dari perusahaan, yang tidak mungkin menyisihkan waktu untuk mengikuti katei hakase karena harus datang ke kampus. Kalau tidak salah, di buku Hakuroku sensei saya baca ronbun hakase ini adalah upaya Jepang untuk mengejar ketertinggalannya dalam rasio jumlah doktor dibandingkan dengan negara maju yg lain (AS).
  4. Teknis penyelenggaraan seminar internal lab. berbeda-beda untuk tiap laboratorium. Ada juga lab. yang menyelenggarakan seminar/diskusi itu di malam hari, pk.19.00 dan selesai dini hari esoknya sekitar pk.02.00 am
  5. Dr.Arief B. Witarto juga pernah menuliskan pengalamannya di berita iptek (1, 2).

Tentang Anto Satriyo Nugroho

My name is Anto Satriyo Nugroho. I am working as research scientist at Center for Information & Communication Technology, Agency for the Assessment & Application of Technology (PTIK-BPPT : Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). I obtained my doctoral degree (Dr.Eng) from Nagoya Institute of Technology, Japan in 2003. My office is located in Serpong, Tangerang Selatan City. My research is on pattern recognition and image processing with applied field of interests on biometrics identification & development of computer aided diagnosis for Malaria. Should you want to know further information on my academic works, please visit my professional site at http://asnugroho.net
Pos ini dipublikasikan di living in Japan. Tandai permalink.

52 Balasan ke Kesan Saya Mengikuti Pendidikan S1, S2 dan S3 di Jepang

  1. Dewi Ariantini Yudhasari berkata:

    Senang bisa eksplore di blog mas Anto. Jadi bisa tahu persiapan apa yang bisa dilakukan sebelum benar-benar terjun ke jenjang pendidikan S3 di Jepang. Terima kasih informasinya.

    Salam
    Dewi

  2. dutria bayu berkata:

    mas anto

    TOP BUANGET MAS ceritanya

    asik, sangat menginspirasi saya buat mengikuti jejak kesuksesan Mas Anto dalam studi di negara jepun.

    sukses slalu mas.

    Salam

  3. abraham ranardo berkata:

    wah, hebat..
    saya juga berencana s1 di jepang, bisa jadi bahan pertimbangan nihh..
    btw, mas ikut monbusho atw bs *bayar sendiri?

  4. u/ Abraham : Saya dulu dapat monbusho.

  5. Arif berkata:

    Asik juga ya mas..

    Saya kliatanya bakal nylesein dulu S1 di ITB dulu,smbil nyari2 beasiswa ke jepang..Mngikuti jejak sbagian bsar dosen2ku..

    Doakan saja ya mas..Tolong kasi tau juga kalo ada beasiswa2 ke jepang lagi..

    Btw,klo dapat beasiswa ada kursus bahasanya kan??Soalnya saya blank sma skali masalah jepun..Bisanya cuma “moshi-moshi”,Gomen ne,hehe,itupun gara2 liat dorama jepang(esp gokusen&1 litre of tears..XD)

  6. Rusmanto berkata:

    makasih banget atas infonya. Btw, Tgl 10 Maret 2007 ini saya brgkat kul S1 di Kobe University. Untuk TA saja sih karena semua sks selain tugas akhir telah saya selesaikan. Saya dapat beasiswa The Short Term Student Exchange Program.

    Mohon doanya

    Rusmanto
    ITS Surabaya

  7. saniroy berkata:

    Kesan tambahan saya Mas Anto, orang Jepang itu tak akan “bicara” jika tak punya “data”. Ini mungkin salah satu rahasia bangsa ini, mampu menyimpan dan memahami data apa saja, “deeta de yomi toku”.

  8. Ping balik: Thesis di Jepang vs Thesis di Indonesia « Corat-coret Anto S. Nugroho

  9. Alief berkata:

    Ini adalah informasi yang bermanfaat, terima kasih…

  10. adink berkata:

    sangat bermanfaat sekali, makin membuat saya ingin merasakan bagaimana rasanya belajar di negeri sakura tersebut

  11. Luthfi berkata:

    waks presentasi seminarnya koq cuman bentar Pak …
    di sini S1 aja 1 jam lho seminarnya …

  12. u/Luthfi:

    Di Jepang presentasi kelulusan memang relatif singkat, tapi sebenarnya sudah cukup untuk memaparkan inti dari riset yg dibuat. Tujuan presentasi itu memaparkan inti yang penting saja dari sebuah riset. Sedangkan detailnya disajikan dalam bentuk informasi yang tertulis (thesis) agar bisa ditelaah. Di situ perbedaan antara presentasi oral dan penyajian riset dalam bentuk paper/thesis. Ibaratnya, presentasi oral ditujukan untuk memperlihatkan “hutan”, bukan memperlihatkan “pohon-pohon” yang ada di dalamnya.

    Waktu 7 menit itu kira-kira 2 menit untuk menyampaikan latar belakang & permasalahan, 4 menit untuk isi riset, 1 menit untuk penutup dan kesimpulan. Presentasi di Jepang disampaikan dengan bahasa formal, ringkas, padat, dan to the point, mirip bahasa yg dipakai penyiar TV. Karena itu pemilihan kata dan slide dibuat dengan hati-hati dan diperiksa oleh seluruh anggota lab. sebelum ybs. maju sidang akhir. Saat presentasi, ada bel yang dibunyikan oleh panitia, untuk memberi tanda: waktu ke 5 menit, 7 menit dan menit ke-10.

    Saya kira slot waktu itu cukup wajar, mengingat international conference di bidang saya juga rata-rata 15 menit, padahal materi yang disampaikan di international conference -mestinya- lebih kompleks dan mendalam. Demikian juga halnya dengan seminar domestik di Jepang, sekitar 15 menit juga.

    Yang membuat sebuah presentasi memerlukan “waktu panjang” itu karena kalimat berputar-putar dan berbelit-belit. Karena itu sebelum presentasi tugas akhir, biasanya kami berlatih presentasi di depan seluruh anggota lab. dengan timer. Saya masih ingat, saat mau presentasi tugas akhir dulu (tahun 95), saya tidak tidur semalaman hingga ujian esok harinya, karena berlatih presentasi berkali-kali dengan senior saya di lab. Hal ini saya lakukan sampai sekarang. Sebelum presentasi saya biasa berlatih beberapa kali untuk menyesuaikan dengan jatah waktu yang diberikan.

    Apakah 15 menit ini cukup untuk evaluasi menentukan kelulusan ? Di lab saya (dan kebanyakan demikian juga lab. di Jepang), evaluasi terhadap kerja siswa sudah berlangsung tiap minggu selama 1 tahun, dalam seminar internal lab. Professor selalu memantau perkembangan kerja anak buahnya, sehingga dapat mengetahui siapa yang dapat lulus dan siapa yang tidak dapat lulus. Jika seorang siswa tidak lulus, maka ybs. tidak diizinkan menulis thesis maupun presentasi tugas akhir.

  13. Sarjono berkata:

    kesan saya pendek wae, sewaktu:
    S1: awal2nya rajin, lama2 jadi banyak main
    S2: zemi mingguan taihen, tp tetep baito
    S3: sempat stress dan hampir putus asa, awalnya. habis itu, nyantai aja lah.

    btw, kata teman jepang, selama program S3 itu hanya ada 2 kemungkinan:
    * kepala botak
    * rambut putih

    tp untung, saya gk 2-2-nya, soalnya tak gawe santai. masih sempat baito. wong cuma urusan ndonya wae lho… :))

  14. helgeduelbek berkata:

    wah pengalaman berharga buat saya, tidak mesti “berjibakutai” cukup melihat cerita sampean. terimakasih.

  15. Sabar berkata:

    Pak Anto, saya lumayan sering baca-baca blog nya Pak Anto ini. Hanya belum pernah nulis komentar (eh…pernah satu kali kalo nggak salah). Terus terang saya senang membaca tulisan tentang pengalaman Pak Anto selama di Jepang. Menarik sekali…, mungkin suatu saat bisa nulis autobiografi Pak.. (*smile).

    Oh ya.., saya baru sekali juga ketemu Pak Anto saat acara TI di Hiroshima tahun lalu, kebetulan duduk berdampingan saat acara pembukaan bersama Pak Anggoro (mantan atase pendidikan KBRI) juga.

    Kebetulan saya lumayan lama juga di jepang, mulai dari research student, S2, dan baru selesai S3. Tampaknya apa yang Pak Anto ceritakan diatas, sudah merupakan “gaya” pendidikan jepang. Di tempat saya juga begitu. kalopun ada bedanya hanya sedikit. Perbedaan yang ada antara lain:

    1. Di lab saya.., mahasiswa S3 hanya di kasih kesempatan nulis thesis selama 2 bulan termasuk persyaratan administrasi yang di perlukan utk aplikasi degree S3. Jadi kita harus pinter-pinternya cari waktu di luar jatah 2 bulan tsb utk membuat tulisan-tulisan yg akan di pakai utk thesis kita nantinya. intinya..rajin-rajinlah menulis.

    2. Untuk Degree S3 di department saya, tidak bisa memilih. Degree tsb di tentukan oleh suatu komite, berdasarkan hasil-hasil penelitian kita. Intinya sih hanya ada 2 yaitu doctorate degree, dan higher doctorate degree.

  16. Pak Sabar,

    Terima kasih atas komen-nya. Pengalaman saya mirip, pak. Sensei dulu nggak pernah memberitahu kapan thesis harus ditulis. Jadi lulus nggak lulus, saya sudah mulai menulis thesis sejak tahun ketiga mulai.

    Yang saya maksud dg kesempatan “memilih” adalah gelar yang diberikan. Misalnya antara PhD dan Doctor. Lulusan AS biasanya gelarnya PhD, sedangkan Doctor biasanya dari negara-negara Eropa. Mengenai gelar akademik tingkat doktoral, di tempat saya (Nagoya Inst. of Technology) juga tidak ada kesempatan memilih gelar apa yg ditulis di ijazah. Jadi by default kalau fak.teknik ya Dr.Eng. Fak.Science ya D.Sc.

    Tetapi saya dapat informasi kalau ada perguruan tinggi di Jepang yg memberi kesempatan memilih gelar (misalnya antara Dr. dan PhD). Kalau info ini benar, saya kira latar belakangnya, Univ. tsb. ingin membantu agar lulusan itu tidak mendapat kesulitan karena gelarnya tidak diakui di negaranya. Misalnya saja kalau gelarnya tidak PhD, di negaranya, degree ybs. tidak diakui. Ini dugaan saya saja, ya. Perlu dicross check lagi.

    Kasus lain, teman saya dari Syria cerita kalau di negaranya gelar akademik yg diberikan Jepang kurang dapat diterima karena terlalu general (Dr.Eng misalnya). Menurut aturan negara tsb. gelar itu harus spesifik hingga ke bidangnya. Misalnya kalau lulusan elektro, gelar S3 nya harusnya semisal “Doctor of Engineering in Electrical Engineering”. Yah, memang lain ladang lain aturannya.

    Saya malah baru tahu kalau ada “higher doctorate degree”. Ini maksudnya seperti apa ya ? Setahu saya degree akademik tertinggi adalah doktor.

  17. Anton W berkata:

    Pak Anto, kalau S2 teknik elektronika apa yang dikerjakan untuk thesisnya.

    Terimakasih.

  18. hana4jun berkata:

    Wah.. blog bapak sangat membantu, sy udah googling kemana-mana akhirnya dapat juga info selengkap ini.

    Tapi untuk lebih lengkapnya sy mo tanya juga nih pak,
    1. sy masih tdk ngerti apa yg di maksud dengan M1 dan M2 untuk program S2?
    2. jika sy adalah lulusan S1 Elektro misalnya, bisa kah sy mengambil S2 di bidang ekonomi sperti yg biasanya terjadi jika mengambil S2 di Indonesia.
    3. Apakah sebaiknya saya mencari professor dulu sebagai dosen pembimbing atau apply beasiswa terlebih dahulu
    4. Di persyaratan beasiswa dan saat pencarian professor tersebut bahwa kita sdh harus punya planning research apa yg ingin kita lakukan, artian dr awal sdh harus punya judul ya pak?
    5. Apakah beasiswa Monbukagakusho itu bisa di berikan jika kita apply ke universitas swasta misalnya Waseda University?

    Maaf ya pak nanyanya banyak dan agak tolol, terima kasih atas jawabannya

  19. Pak/Bu Hana,
    Maaf langsung to the point ya,
    1. M1 dan M2 maksud saya adalah master program tahun pertama dan kedua
    2. Bisa saja, asal lulus ujian masuknya. Tetapi perlu juga memperhatikan syarat-syarat
    yg ditentukan olehpihak pemberi beasiswa. Monbukagakusho misalnya mengharuskan
    bidang yg dituju itu sama dg bidang sebelumnya).
    3. Mencari professor dulu, baru apply beasiswa. Karena salah satu syarat saat apply
    beasiswa adalah adanya rekomendasi dari professor di Jepang.
    4. Tentu saja sudah harus punya planning, mbak. Paling bagus kalau bisa membuat proposal
    penelitian, dan sudah ada preliminary result yg dipresentasikan di seminar-seminar (dalam negri
    maupun luar negeri).
    5. Saya kurang tahu mengenai hal ini. Silakan dikonfirmasikan ke kedutaan besar Jepang
    Jakarta http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_rs.html
    Semoga info ini dapat sedikit membantu.

    Anto S. N

  20. ucok berkata:

    Terima kasih untuk informasinya.
    Sumimasen pak mau tanya.

    apakah ada peluang untuk mengikuti Pendidikan S1 bagi peserta magang di Jepang menginat waktu dan biaya yang diperlukan.
    Domo arigato gozaimasu.

  21. suhadi berkata:

    perilaku budaya kampus yang bagaimana, yang cocok untuk orang jawa, mas.

  22. Iien berkata:

    wahhhhhh..saya sangat terkesan dengan artikel Bapak Anto. Sekarang saya sedang kuliah di Jepang dgn mengikuti Program Bahasa Jepang ! tahun di salh satu universitas swasta di Tokyo. Saya lulusan sastra Jepang dari Universitas Bina Nusantara Jakarta, tapi bahasa Jepangnya belum mahir. tahun depan saya berencana masuk S2 di universitas tempat saya belajar saat ini. Dengan membaca artikel Bapak cukup membukakan pikiran saya dan bisa membayangkan situasi macam apa yg akan saya hadapi nanti. Saya berencana ambil jurusan Hubungan Internasional, tp saya masih bingung hal macam apa yg akan saya teliti nanti. Karena kita kan harus menulis mini ronbun sebelum masuk. Jika Bapak ada waktu, saya sangat berterima kasih jika Bapak bersedia membantu saya dengan sumbang pikiran. Terima kasih sebelumnya.

  23. bayu wardana berkata:

    mas anto, mohon penjelasanya. klo lulusan S1 mesin dari indonesia (saya udah lulus nihonggo level 3) untuk melanjutkan ke S2 jepang apakah masih ada sistem akreditasi lagi atau ada proses lainya? terimakasih.

  24. hafez berkata:

    kasihan Pak Anto, banyak yang request euy heuheuheuheu –> resiko orang sukses

  25. affan berkata:

    Salam kenal Pak Anto,…

    Saya cuma sekali ketemu pak Anto di TI Hiroshima.

    Mengenai gelar, di tempat saya Ehime University, kita emang bisa milih Doctor(Dr) atau Ph.D. Jadi informasi pak Anto tentang hal tersebut valid.

  26. wisnu berkata:

    ASSALAMU ALAIKUM

    Pak Anto yang bijaksana

    saya ingin tanya apakah beasiswa S2 di jepang benar-benar gratis.dan kemarin saat saya brouwsing ada beasiswa s2 yakni mengenai penelitian berbau jepang apakah benar.dan penutupannya 31 oktober
    OHENJI WA MATTE ORIMASU
    DOMO ARIGATOU GOZAIMASU

    Anto:
    Wa alaikum salam Wr Wb
    Pak Wisnu, saya tidak faham dg yang bapak maksud “gratis”. Untuk beasiswa monbukagakusho, memang tidak ada keharusan mengembalikan uang yg diterima, maupun ikatan kerja. Apakah bapak apply ke beasiswa ini ? Silakan bapak teliti ketentuan-ketentuan yang tertulis pada beasiswa yang bapak inginkan.
    Semoga sukses.

  27. Heri Kuswanto berkata:

    Assalamualaikum,,,

    Senangnya baca tulisan anda ini….menyenangkan sekali sudah kelar s3-nya….mau nanya?? Saya sekarang jug alagi s3 di jerman, apakah normal jika hampir setahun saya masih seperti jalan ditempat aja?banyak stress-nya..hiks..hiks….lha profesor saya mensyaratkan 3 publikasi…ini aja setahun belom jadi paper 1-nya…

    Cerita” dunk tentang setahun pertama waktu s3 kayak apa..

    Danke im voraus..

  28. Henny berkata:

    Salam kenal Pak Anto,
    Sy Henny, mahasiswa semeseter 7 dan sy berniat melanjutkan S2 di Jepang mll Monbusho U to U. Untuk itu, sy perlu rekomendasi dari professor di Jepang. Sy menulis surat perkenalan ke seorang professor di Jepang kira2 seminggu yg lalu dan belum dapat balasan. Terus terang sy ga sabarr banget tunggu balasan. Tp sy tau kalo surat awal perkenalan biasanya mungkin lama dibalas ato malah ga dibalas. Skg sy bingung, mau terus tunggu tdk tau sampe kapan, tp mo kontak prof lain nanti kalo tiba2 prof sebelumnya membalas bagaimana. Setau saya form pendaftaran akan keluar bulan Februari, krn itu sy berusaha dpt prof sbelum Feb. Menurut Bapak, sebaiknya sampai batas waktu kapan sy menunggu balasan prof? Dan kiat apa supaya surat perkenalan sy menarik hati prof??
    Terima kasih Pak Anto..

  29. Salam kenal juga mbak Henny.

    Mengenai email/surat yang belum dibalas itu sering juga saya dengar dialami oleh rekan yang lain.

    Salah satu penyebabnya, barangkali karena surat tsb. ditulis dalam bahasa Inggris. Kalau ditulis dalam bahasa Jepang (mungkin perlu bantuan penterjemah), kemungkinan akan cepat mendapat respon.
    Yang kedua, bisa jadi professor tsb. terlalu sibuk, sehingga belum punya waktu membalas surat tsb. Bisa jadi beliau sedang conference di luar negeri, yang kadang bisa lebih dari seminggu. Kebetulan sekitar Oktober ini biasanya bertepatan deadline proposal riset, ujian semester mahasiswa dan berbagai kesibukan akademis yang lain sehingga professor tsb. belum bisa menyempatkan diri. Email yang diterima pun bisa jadi lebih dari 100 dalam sehari, dan banyak juga yang sifatnya meminta tanggapan secara cepat, sehingga email mbak Henny harus antre untuk dibalas di waktu luang beliau.
    Ketiga, bisa jadi email sudah dibaca, tetapi professor sedang mempertimbangkan jawabannya. Bisa jadi beliau sedang minta saran dari orang lain yang dipandang mengetahui mbak Henny, perguruan tinggi asal mbak Henny, dsb. Saya pernah mengalami hal demikian, dan diminta pendapat oleh professor saya saat beliau menerima email permohonan rekomendasi dari seorang rekan.

    Demikian kira-kira kemungkinan penyebab email mbak Henny belum mendapat balasan.

    Saya pernah juga menunggu berbulan-bulan untuk mendapat tanggapan dari proposal (tapi bukan untuk studi lanjut) yang saya ajukan untuk dipertimbangkan seorang professor, padahal saya komunikasikan dalam bahasa Jepang. Beliau ternyata terlalu sibuk, sehingga terlupa untuk menanggapi proposal saya. Setelah saya kontak lagi per telpon, baru beliau teringat dan segera merespon dalam waktu singkat.

    Saran saya, coba mbak Henny kirimkan lagi email tsb. ke beliau, dengan tambahan misalnya: “mohon maaf dikirim ulang, karena khawatir email sebelumnya tidak sampai”. Ada baiknya juga dikirim doble dengan surat tertulis, misalnya dikirim pakai EMS agar cepat sampai (sekitar 3 hari) di Jepang. Setelah itu sabar menunggu, barang satu bulan. Kalau tidak ada respon, sebaiknya mencoba ke professor lain, yang sekiranya dapat memberikan tanggapan lebih cepat dan lebih baik.

    Semoga sukses.

  30. Henny berkata:

    Terima kasih utk penjelasan Pak Anto, jd jelas sekali kenapa sampe skg surat tsb msh tidak ada tanggapan. Surat perkenalan yg telah sy kirim jg via EMS (ternyata stlh di track nyampenya baru seminggu kemudian;p) Tdnya surat tsb jg mau sy tulis dlm bhs jepang (dg bantuan sensei sy tentunya) tp takutnya akan mengalami kesulitan untuk komunikasi selanjutnya (kalau ditanggapi).

    Sy ada pertnyaan lagi, Pak. Saat ini sy kan belum lulus S1, target sy sebelum Oktober 2008 lulus. Dg kondisi spt itu apa bisa ada kemungkinan sy mendpt kesempatan untuk bisa ikut Monbusho keberangkatan November 2008 (jika tanggapan dari prof lancar, tentunya)??

    Lalu, ttg rekomendasi dari seorang rekan, kebetulan sy ada kakak di Jepang, bekerja di Nagoya. Kebetulan uni tempat prof tsb mengajar adl Nagoya University. Sopankah dan masuk akal-kah jika kakak sy tsb bertemu langsung dg prof tsb dan `menyampaikan` maksud sy??

    Terima kasih Pak Anto.

    Anto:
    Mbak Henny, sebaiknya permintaan tsb. tidak dilewatkan lain orang, tapi langsung dari diri sendiri. Saya rasa kurang tepat kalau kakak mbak Henny datang ke laboratorium beliau untuk menyampaikan keinginan mbak Henny. Tapi dicoba pun tidak mengapa. Boleh saya tahu nama dan departemen professor nya (via japri saja ke asnugroho@gmail.com) ? Saya punya banyak teman di Nagoya University. Walaupun tidak bisa membantu langsung, tapi barangkali lewat teman-teman di Nagoya, saya bisa mendapatkan informasi mengenai professor tsb. (kesibukannya, cara beliau membimbing, dsb.)

  31. Henny berkata:

    Pak Anto,
    Sy ingin mengkonfirmasikan kalau sy telah mengirimkan detail profesor tersebut via japri ke email Anda. Mungkin bisa dicek.
    Oh ya Pak, meski agak telat, selamat ulang tahun yah Pak, semoga sehat selalu dan banyak rejeki. Amin.
    Terima kasih, Pak.

  32. WaTi berkata:

    Setelah membaca blog Anda, saya jadi punya gambaran untuk kuliah di Jepang. Saya dan adik saya berencana untuk kuliah di Jepang. Saya ambil S2, sedangkan adik saya ambil S1. Saya ingin kuliah di bidang manajemen bisnis, sedangkan adik saya di bidang Kimia. Mungkin Anda bisa merekomendasikan Universitas yang bagus untuk saya dan juga adik saya. Mungkin Anda bersedia mengirimkan ke mail saya. Arigato Gozaimasu…

  33. Nhinis berkata:

    Kira2 tingkat stress dan kriminalitas di Jepang gimana pak?
    Dan bagaimana kehidupan orang Islam di Jepang?
    Oh, kalau boleh tau alamt e-mail bapak apa?

    kalau bisa tolong balas ini di email saya ya pak :
    quapunch_06@yahoo.com

    Doumo Arigatiu Gozaimashita

  34. Dera Alfiyanti berkata:

    Pak Anto, saya sangat ingin melanjutkan kuliah S2 di Jepang (bidang keperawatan). Saya browsing beberapa univ di jepang dan mengontak profesor di jepang tapi belum satu pun dibalas. Apa saja yang harus kita lampirkan saat pertama kali kontak dengan profesor? Proses untuk aplikasi monbusho bagaimana ya?

  35. puji m berkata:

    makasih yah mas informasinya yg sangat berguna…….
    saya mau tanya persiapan n tips2nya supaya bisa dapet beasiswa ke jepang utk s1?

  36. kyo berkata:

    ass wr wb …
    pak m ada sedikit pertanyaan nich

    1. kalo mo lihat daftar perguruan tinggi di jepang dan program studi yg ditawarkan ada link nya ga pak?bisa minta ga pak?
    2. sekarang saya masih kuliah extensi di IT TELKOM jurusan telecommunication engineering. saya bercita-cita melanjutkan S2 di jepang. apa pak anto ada rekomendasi universitas di jepang yg mungkin paling baik untuk jurusan saya tersebut?.
    3. pak, apakah py contoh proposal buat mengajukan suatu penelitian sebagai syarat monbusho?kalo ada tolong kirim ke e-mail saya di gandalfr86@gmail.com

    untuk sementara sekian dulu prtanyaan dari saya pak. domo arigatou.

  37. rahmahanifa berkata:

    Pak Anto makasih sharingnya! saya telat bacanya, harusnya 3 th yll hehe.. jadi menggugah yang sedang dicari2 ..
    -Rahma@Nagoya-

  38. Terimakasih sudah berbagi pengalaman pak.. oo.. jd degree s2 tu tandapenghargaan atas kerja keras yang dilakukan ya..

  39. Subhanallah, saya sudah menyimak tulisan di atas, bahkan hingga ke setiap komentar dan jawaban komentar dari Pak Anto,,
    Sungguh memberikan semangat yang luar biasa bagi diri saya 🙂
    Salam semangat selalu bagi pemimpi S2 Bidang Social Work di Japan ^^

  40. ABC berkata:

    努力賞mungkin pak bukan 動力賞

  41. ghradwq berkata:

    anu pak saya lulusan smun tapi lulus jlpt level 1, apa bisa pak saya dapat bea siswa s1 di jepun, bagaimana caranya dan urutan pendaftaran nya pak, trimakasih klo bapak bersedia membalas pertanyaan saya

  42. Fatimah berkata:

    pak sebelumnya saya terima kasih atas tulisan bapak.

    saya minat untuk meneruskan pendidikan saya s1 di jepang, kira kira bapak bisa memberikan saya saran program study apa yang akan saya ambil dan universitas yang mana saya tuju. saya perempuan berumur 18 tahun, saya sangat senang dengan ilmu yang berbau sains. saya juga sekarang sedang kuliah di jurusan psikologi. apakah susah untuk mendapatkan beasiswa di jepang?

    Di prosedur ada 3 jeis jurusan IPS, IPA-a(teknik), dan IPA-b(kesehatan) apa di antara ketiga ini memiliki tingkatan kelulusan yang susah atau bagaimana?
    Kalau kita sudah lulus beasiswa apa kita akan mengikuti ujian lagi di jepang?
    saya mohon jawaban bbapak. karena waktu sebentar lagi diadakannya ujian.

  43. cumie berkata:

    numpang tanya pak, agak beda dikit saya ingin bertanya mengenai kuliah di Indonesia.
    Saya mendapatkan tawaran kuliah S2 tanpa Thesis, yang jadi pertanyaan, apakah kuliah tanpa thesis ini nantinya bisa melanjutkan S3 ??

  44. Hana berkata:

    hallo,
    saya mau tanya,
    kalau mau ikut riset di waseda, apakah harus keterima S2 dulu disana,
    soalnya profesornya agak susah d hub, jadi masih bingung, T_T
    mohon bantuannya
    trimakasih

  45. Alfian berkata:

    Maaf pak, url untuk bapak Dr.Arief B. Witarto (beritaiptek) sudah tidak valid..

  46. Ping balik: Bagaimanakah cara mendapat beasiswa belajar di Jepang? | [Caring is sharing]

  47. Hilda Izdha berkata:

    ASSALAMU’ALAIKUM..
    Pak Anton, saya Hilda Amalia,
    ingin bertanya..
    saya kan akan berkuliah di jepang dengan mengambil Jurusan Hubungan Internasional..
    Setahu saya, S1 di Jepang itu tidak memiliki gelar akademik..?
    Benarkah itu?
    Mohon jawabannya yah..

  48. feriyadiramen berkata:

    つらかったな‥
    日本人はとても厳しいだけど。

  49. andikasetiawan berkata:

    Senang bisa mengetahui ini, untuk S1 di jepang. saya sebenarnya berminat, cuma masih ragu untuk kesana karena tidak tega ninggalin ibu saya >.<
    oh iya pak. untuk di jepang ada beasiswa jurusan IT tidak? mohon informasinya ya ke dhikkay14@gmail.com , sebelumnya terimakasih banyak

  50. Rizky Andika berkata:

    super komplit ceritanya. sugoi desu ne.. 🙂 makin terinpirasi untuk lanjutin ke jepang. sensei, doumo arigatou gozaimashita.

  51. Arul berkata:

    Kumplit ceritanya…
    Sepertinya sama2 seperjuangan…
    Rencana saya ingin mengumpulkan teman2 blogger seperjuangan di page saya
    http://nasrulwathoni.com/blog-alumni/
    Kalo berkenan kita tukeran link 🙂
    trims

Tinggalkan komentar