Perbandingan Budaya Indonesia dan Jepang

Makalah ini disampaikan dalam seminar budaya di Nagoya International Center, 3 September 2006 (slide)

1. Apakah perbandingan budaya itu ?

Budaya adalah kristalisasi nilai dan pola hidup yang dianut suatu komunitas. Budaya tiap komunitas tumbuh dan berkembang secara unik, karena perbedaan pola hidup komunitas itu. Perbandingan budaya Jepang dan Indonesia berarti mencari nilai-nilai kesamaan dan perbedaan antara bangsa Indonesia dan bangsa Jepang. Dengan mengenali persamaan dan perbedaan kedua budaya itu, kita akan semakin dapat memahami keanekaragaman pola hidup yang ada, yang akan bermanfaat saat berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak yang berasal dari budaya yang berbeda.

Kesulitan utama dalam membuat perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang disebabkan perbedaan karakteristik kedua bangsa tersebut. Bangsa Jepang relatif homogen, dan hanya memiliki sekitar 15 bahasa (tidak berarti 15 suku bangsa, karena termasuk didalamnya sign language untuk tuna rungu), dan telah memiliki sejarah yang jauh lebih panjang, sehingga nilai-nilai budaya itu lebih mengkristal. Adapun bangsa Indonesia berciri heterogen, multi etnik, memiliki lebih dari 700 bahasa, sehingga tidak mudah untuk mencari serpih-serpih budaya yang mewakili Indonesia secara nasional[1]. Perlu dipisahkan nilai-nilai mana yang diterima secara nasional di Indonesia, dan mana yang merupakan karakter unik salah satu suku yang ada.

Bahasan dalam makalah ini dibatasi pada perbandingan budaya Indonesia dan Jepang dari segi-segi sbb. : “nama dan tanda tangan”, “cara pemakaian gesture untuk penghormatan kepada yang lebih tua/dihormati”.

2. Tradisi Pemilihan Nama dan Tanda Tangan

2.1 Tradisi penamaan di Jepang

Nama di Jepang terdiri dari dua bagian : family name dan first name. Nama ini harus dicatatkan di kantor pemerintahan (kuyakusho), selambat-lambatnya 14 hari setelah seorang bayi dilahirkan. Semua orang di Jepang kecuali keluarga kaisar, memiliki nama keluarga. Tradisi pemakaian nama keluarga ini berlaku sejak jaman restorasi Meiji, sedangkan di era sebelumnya umumnya masyarakat biasa tidak memiliki nama keluarga. Sejak restorasi meiji, nama keluarga menjadi keharusan di Jepang. Dewasa ini ada sekitar 100 ribu nama keluarga di Jepang, dan diantaranya yang paling populer adalah Satou dan Suzuki. Jika seorang wanita menikah, maka dia akan berganti nama keluarga, mengikuti nama suaminya. Namun demikian, banyak juga wanita karir yang tetap mempertahankan nama keluarganya. Dari survey yang dilakukan pemerintah tahun 1997, sekitar 33% dari responden menginginkan agar walaupun menikah, mereka diizinkan untuk tidak berganti nama keluarga [2]. Hal ini terjadi karena pengaruh struktur masyarakat yang bergeser dari konsep “ie”(家) dalam tradisi keluarga Jepang. Semakin banyak generasi muda yang tinggal di kota besar, sehingga umumnya menjadi keluarga inti (ayah, ibu dan anak), dan tidak ada keharusan seorang wanita setelah menikah kemudian tinggal di rumah keluarga suami. Tradisi di Jepang dalam memilih first name, dengan memperhatikan makna huruf Kanji, dan jumlah stroke, diiringi dengan harapan atau doa bagi kebaikan si anak.

2.2 Tradisi penamaan di Indonesia

Adapun masyarakat di Indonesia tidak semua suku memiliki tradisi nama keluarga. Masyarakat Jawa misalnya, tidak memiliki nama keluarga. Tetapi suku di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi memiliki nama keluarga. Dari nama seseorang, kita dapat memperkirakan dari suku mana dia berasal, agama apa yang dianut dsb. Berikut karakteristik nama tiap suku di Indonesia

  • Suku Jawa (sekitar 45% dari seluruh populasi) : biasanya diawali dengan Su (untuk laki-laki) atau Sri (untuk perempuan), dan memakai vokal “o”. Contoh : Sukarno, Suharto, Susilo, Joko, Anto, Sri Miranti, Sri Ningsih.
  • Suku Sunda(sekitar 14% dari seluruh populasi) : banyak yang memiliki perulangan suku kata. Misalnya Dadang, Titin, Iis, Cecep
  • Suku Batak : beberapa contoh nama marga antara lain Harahap, Nasution.
  • Suku Minahasa : beberapa contoh nama marga antara lain Pinontoan, Ratulangi.
  • Suku Bali : Ketut, Made, Putu, Wayan dsb. Nama ini menunjukkan urutan, bukan merupakan nama keluarga.

Selain nama yang berasal dari tradisi suku, banyak nama yang diambil dari pengaruh agama. Misalnya umat Islam : Abdurrahman Wahid, Abdullah, dsb. Sedangkan umat Katolik biasanya memakai nama baptis : Fransiskus, Bonivasius, Agustinus, dsb.

2.3 Perbandingan kedua tradisi

Persamaan antara kedua tradisi
Baik di Jepang maupun di Indonesia dalam memilih nama (first name) sering memilih kata yang mensimbolkan makna baik, sebagai doa agar si anak kelak baik jalan hidupnya. Khusus di Jepang, banyaknya stroke kanji yang dipakai juga merupakan
salah satu pertimbangan tertentu dalam memilih huruf untuk anak. Umumnya laki-laki di Jepang berakhiran “ro” (郎), sedangkan perempuan berakhiran “ko” (子)

Perbedaan antara kedua tradisi sbb.

  1. Di Jepang, nama keluarga dimasukkan dalam catatan sipil secara resmi, tetapi di Indonesia nama keluarga ini tidak dicatatkan secara resmi di kantor pemerintahan. Nama family/marga tidak diperkenankan untuk dicantumkan di akta kelahiran
  2. Di Jepang setelah menikah seorang wanita akan berganti nama secara resmi mengikuti nama keluarga suaminya. Sedangkan di Indonesia saat menikah, seorang wanita tidak berganti nama keluarga. Tapi ada juga yang nama keluarga suami dimasukkan di tengah, antara first name dan nama keluarga wanita, sebagaimana di suku Minahasa. Di Indonesia umumnya setelah menikah nama suami dilekatkan di belakang nama istri. Misalnya saja Prio Jatmiko menikah dengan Sri Suwarni, maka istri menjadi Sri Suwarni Jatmiko. Tetapi penambahan ini tidak melewati proses legalisasi/pencatatan resmi di kantor pemerintahan.
  3. Huruf Kanji yang bisa dipakai untuk menyusun nama anak di Jepang dibatasi oleh pemerintah (sekitar 2232 huruf, yang disebut jinmeiyo kanji), sedangkan di Indonesia tidak ada pembatasan resmi untuk memilih kata yang dipakai sebagai nama anak

2.4 Pengalaman unik yang timbul akibat perbedaan budaya

Bagi orang Indonesia yg datang di Jepang, saat registrasi, misalnya membuat KTP sering ditanya mana yang family name, dan mana yang first name. Hampir setiap saat saya harus selalu menjelaskan perbedaan tradisi antara Indonesia dan Jepang, bahwa di Indonesia tidak ada keharusan memiliki family name. Umumnya hal ini dapat difahami dan tidak menimbulkan masalah. Tetapi adakalanya kami harus menentukan satu nama sebagai family name, misalnya saat menulis paper (artikel ilmiah resmi), atau untuk kepentingan pekerjaan. Saat itu saya terpaksa memakai nama “Nugroho” sebagai family name agar tidak mempersulit masalah administrasi. Demikian juga saat anak saya lahir, kami beri nama Kartika Utami Nurhayati. Nama anak saya walaupun panjang tidak ada satu pun yang merupakan nama keluarga. Tetapi saat registrasi, pihak pemerintah Jepang (kuyakusho) meminta saya untuk menetapkan satu nama yang dicatat sebagai keluarga, karena kalau tidak akan sulit dalam pengurusan administrasi asuransi. Akhirnya nama “Nurhayati” yang letaknya paling belakang saya daftarkan sebagai nama keluarga. Bagi orang Jepang hal ini akan terasa aneh, karena dalam keluarga kami tidak ada yang memiliki nama keluarga yang sama.

Masih berkaitan dengan nama, adalah masalah tanda tangan dan inkan (stempel). Di Indonesia dalam berbagai urusan adminstrasi formal sebagai tanda pengesahan, tiap orang membubuhkan tanda tangan. Tanda tangan ini harus konstan. Banyak orang yang memiliki tanda tangan berasal dari inisial nama, tetapi dengan cara penulisan yang unik yang membedakan dengan orang lain yang mungkin memiliki nama sama. Tanda tangan ini juga yang harus dibubuhkan di paspor saat seorang Indonesia akan berangkat ke Jepang. Tetapi begitu tiba di Jepang, tanda tangan yang semula memiliki peran penting, menjadi hilang perananannya. Tanda tangan di Jepang tidak memiliki kekuatan formal. Tradisi masyarakat Jepang dalam membubuhkan tanda tangan adalah dengan memakai inkan (stempel). Biasanya inkan ini bertuliskan nama keluarga. Ada beberapa jenis inkan yang dipakai di Jepang. Antara lain :

  1. “Mitomein” (認印) dipakai untuk keperluan sehari-hari yang tidak terlalu penting, misalnya saat menerima barang kiriman, mengisi aplikasi.
  2. “Jitsuin” (実印) dipakai untuk keperluan penting, seperti membeli rumah, membeli mobil. Inkan tipe ini harus dicatatkan di kantor pemerintahan.
  3. “Ginkoin” (銀行印) dipakai untuk membuka rekening di bank

“Jitsuin” dan “ginkoin” sangat jarang dipakai dan harus disimpan baik-baik. Karena kalau hilang akan menimbulkan masalah serius dalam bisnis.

Bagi orang asing saat masuk ke Jepang harus membuat inkan. Untuk membuat rekening bank, kita tidak boleh memakai tanda tangan, dan harus memakai inkan. Kecuali yubinkyoku masih membolehkan pemakaian tanda tangan. Karena tidak punya kebiasaan tanda tangan, banyak maka orang Jepang kalau diminta untuk menanda tangan (di paspor misalnya), umumnya mereka menuliskan nama lengkap mereka dalam huruf kanji. Barangkali karena inilah maka kalau saya diminta seorang petugas pengiriman barang, untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bukti terima, dia berkata “tolong tuliskan nama lengkap anda”, padahal itu di kolom signature. Sepertinya untuk mereka, tanda tangan sama dengan menulis nama lengkap.

3. Pemakaian gesture/gerak tubuh untuk memberikan penghormatan dan kasih sayang

Salah satu topik menarik untuk dibahas adalah bagaimana memakai bahasa tubuh untuk mengungkapkan penghormatan. Jepang dan Indonesia memiliki cara berlainan dalam mengekspresikan terima kasih, permintaan maaf, dsb.
Ojigi
Dalam budaya Jepang ojigi adalah cara menghormat dengan membungkukkan badan, misalnya saat mengucapkan terima kasih, permintaan maaf, memberikan ijazah saat wisuda, dsb. Ada dua jenis ojigi : ritsurei (立礼) dan zarei (座礼). Ritsurei adalah ojigi yang dilakukan sambil berdiri. Saat melakukan ojigi, untuk pria biasanya sambil menekan pantat untuk menjaga keseimbangan, sedangkan wanita biasanya menaruh kedua tangan di depan badan. Sedangkan zarei adalah ojigi yang dilakukan sambil duduk. Berdasarkan intensitasnya, ojigi dibagi menjadi 3 : saikeirei (最敬礼), keirei (敬礼), eshaku (会釈). Semakin lama dan semakin dalam badan dibungkukkan menunjukkan intensitas perasaan yang ingin disampaikan. Saikeirei adalah level yang paling tinggi, badan dibungkukkan sekitar 45 derajat atau lebih. Keirei sekitar 30-45 derajat, sedangkan eshaku sekitar 15-30 derajat. Saikeirei sangat jarang dilakukan dalam keseharian, karena dipakai saat mengungkapkan rasa maaf yang sangat mendalam atau untuk melakukan sembahyang. Untuk lebih menyangatkan, ojigi dilakukan berulang kali. Misalnya saat ingin menyampaikan perasaan maaf yang sangat mendalam. Adapun dalam budaya Indonesia, tidak dikenal ojigi.
Jabat tangan
Tradisi jabat tangan dilakukan baik di Indonesia maupun di Jepang melambangkan keramahtamahan dan kehangatan. Tetapi di Indonesia kadang jabat tangan ini dilakukan dengan merangkapkan kedua tangan. Jika dilakukan oleh dua orang yang berlainan jenis kelamin, ada kalanya tangan mereka tidak bersentuhan. Letak tangan setelah jabat tangan dilakukan, pun berbeda-beda. Ada sebagian orang yang kemudian meletakkan tangan di dada, ada juga yang diletakkan di dahi, sebagai ungkapan bahwa hal tersebut tidak semata lahiriah, tapi juga dari batin.
Cium tangan
Tradisi cium tangan lazim dilakukan sebagai bentuk penghormatan dari seorang anak kepada orang tua, dari seorang awam kepada tokoh masyarakat/agama, dari seorang murid ke gurunya. Tidak jelas darimana tradisi ini berasal. Tetapi ada dugaan berasal dari pengaruh budaya Arab. Di Eropa lama, dikenal tradisi cium tangan juga, tetapi sebagai penghormatan seorang pria terhadap seorang wanita yang bermartabat sama atau lebih tinggi. Dalam agama Katolik Romawi, cium tangan merupakan tradisi juga yang dilakukan dari seorang umat kepada pimpinannya (Paus, Kardinal). Di Jepang tidak dikenal budaya cium tangan.
Cium pipi
Cium pipi biasa dilakukan di Indonesia saat dua orang sahabat atau saudara bertemu, atau sebagai ungkapan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya dan sebaliknya. Tradisi ini tidak ditemukan di Jepang.
Sungkem
Tradisi sungkem lazim di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin tidak lazim di suku lain. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya, seorang murid kepada gurunya. Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak akan melangsungkan pernikahan, atau saat hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai ungkapan permohonan maaf kepada orang tua, dan meminta doa restunya.

Baik budaya Jepang maupun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam mengekspresikan rasa hormat, rasa maaf. Jabat tangan adalah satu-satunya tradisi yang berlaku baik di Jepang maupun Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi jika seorang Indonesia baru mengenal budaya Jepang adalah saat melakukan ojigi, wajah tidak ikut ditundukkan melainkan memandang lawan bicara. Hal ini mungkin terjadi karena terpengaruh gaya jabat tangan yang lazim dilakukan sambil saling berpandangan mata. Kesalahan lain yang juga sering terjadi adalah mencampurkan ojigi dan jabat tangan. Hal ini juga kurang tepat dipandang dari tradisi Jepang.
4. Penutup

Perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang bermanfaat untuk mengetahui pola berfikir bangsa Indonesia dan bangsa Jepang. Salah satu kesulitan utamanya adalah perbedaan karakteristik kedua bangsa: bangsa Jepang relatif homogen, sedangkan bangsa Indonesia sangat heterogen. Karenanya, perbandingan akan lebih mudah jika difokuskan pada satu suku bangsa di Indonesia. Misalnya budaya Jepang dengan budaya Jawa Tengah, atau budaya Jepang dengan budaya Sunda. Hal ini menggiring kita pada pertanyaan berikutnya : apakah bangsa Indonesia memiliki budaya nasional ? Ataukah budaya nasional itu tidak lain adalah kumpulan dari warna-warni budaya suku bangsa kita ? Ini merupakan pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab, dan menarik untuk dianalisa lebih lanjut.

5. Referensi

1. http://www.ethnologue.com/

2. Osamu Ikeno, The Japanese Mind: Understanding Contemporary Culture, Tuttle Pub., 2002

Tentang Anto Satriyo Nugroho

My name is Anto Satriyo Nugroho. I am working as research scientist at Center for Information & Communication Technology, Agency for the Assessment & Application of Technology (PTIK-BPPT : Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). I obtained my doctoral degree (Dr.Eng) from Nagoya Institute of Technology, Japan in 2003. My office is located in Serpong, Tangerang Selatan City. My research is on pattern recognition and image processing with applied field of interests on biometrics identification & development of computer aided diagnosis for Malaria. Should you want to know further information on my academic works, please visit my professional site at http://asnugroho.net
Pos ini dipublikasikan di japanology, talk & seminars. Tandai permalink.

86 Balasan ke Perbandingan Budaya Indonesia dan Jepang

  1. Pulung Septyoko berkata:

    menarik nih… saya kasih comment lewat Yahoo Massanger saja ya…

  2. Roni desu berkata:

    Mas Anto,

    Mungkin menarik juga kalau ditambahkan unsur kepercayaan dalam pemberian nama. Misalnya, yang sering terjadi di Jawa pedesaan ketikan si anak sakit parah ndak sembuh-sembuh. Kata paranormal harus ganti nama disertai dengan ritual tertentu. Kasus nyata terjadi pada saya, kasus yang lain juga ada. Nama saya dulu Siswono yang memberi Mbah Kakung, maknanya “isis-isis nyang wono (alas)”. Jarene aku ndak kuat memakai nama itu terus sakit-sakitan dan cukup lama. Atas petunjuk seorang paranormal namaku harus diganti dan disertai slametan “ulam sari” (lawuh iwak pitik), istilahe “dipetri”. Makna asli dipetri iku aku ora weruh, tapi ketika dikhajatkan maknanya kurang lebih diberi pupuk agar subur. Bukan hanya itu saja, syarat lain aku harus diberikan ke orang lain. Jadi, secara ucapan aku itu bukan anaknya Bapak karo Mbokku saiki tapi anaknya orang lain he he he. Aku diberikan ke orang lain yang masih kereken pakde. Ndilalah kersane ngalah aku mari mas, tapi setelah 5 bulan aku mulih nyang omahe Mbokku dewe he he he.

    Terus lagi bisa juga dibicarakan tentang nama panggilan, yang kadang terbawa sampai tua walaupun ndak tercatat secara resmi (tapi yen “uleman” (undangan) kajatan untuk memudahkan mengingat biasanya juga ditulis. Misalnya wong sing awake lemu diceluk “gendut”, wong sing duwur diceluk “dowo”, wong sing gampang nangis diceluk “gembeng”.

    Di Jawa itu juga ada tingkatan nama, aku lupa namanya. Seingatku dibagi tiga, yang paling tinggi nama untuk Raja dan bangsawan. Oleh karena itu rakyat kecil yang akhirnya menjadi raja ganti nama. Terus kedua, nama selevel dengan jenenge sampeyan dewe iku, Ras Ronodarjo (jenenge mbahku he he he), Kartosuwiryo (kok mrono), dan sebagainya. Yang terakhir nama yang berlevel paling rendah, misale cikrak, tumpak, bejo, dll. Mas Sastro yang level menengah ada yang menurunkan levelnya jadi Kang Setro. Ketika ditanya kalau nama ini masuk pada ;evel mana. Njawabe sulit yo. Tapi ini hanya masalah rasa, yang tiap orang berbeda-beda memandangnya. Jadi diserahkan saja kepada si penanya mau dimasukkan ke mana he he he.

    Begitu saja Mas masukannya.

    Salam,
    Roni

  3. Pulung Septyoko berkata:

    Wah kalau masalah penamaan yang gitu itu sih sekarang sudah jarang mas… Sekarang nama yang ada itu seperti : Inas Luthfi, Ferdaus Aryo [nah kalau yang ini masih nyerempet dikit], Dini Nur Latifah, Pulung Septyoko, dll. Kalaupun masih ada itu juga di desa-desa, parahnya, di desa pun sekarang mulai musim yang namanya Arnold, Diki, Rensi… 😦 Yang masih kental hanya di daerah Kesultanan [Surakarta dan Jogjakarta] Itupun hanya di daerah abdi dalem dan sekitar keraton saja…

    Tapi memang, dari manapun eksistensi budaya di Indonesia itu tidak memiliki banyak pendukung. Dari pemerintah hanya keluar slogan-slogan, dari masyarakatnya juga nggak bisa terlalu diandalkan ~ Tanyaken apa…

    Kebudayaan jawa saja yang memang hampir menjadi budaya nasional saat orde baru tidak bisa eksis dengan kuat di daerahnya (jawa)[sebagai contoh lihat sistem pemerintahan yang dipakai oleh Presiden Soeharto saat itu, hampir semuanya dari kitab-kitab Hamengkubuwono, dan pola-pola dari kerajaan mataram, Ditambah kebanyakan pemimpin daerah didatangkan dari orang-orang jawa karena orang jawa lebih cocok dengan pola pemerintahan PAk Harto saat itu, nrimo…]

    No Flame & No alkohol, lebih baik minum es cendol. Tapi memang begitulah keadaan Indonesia… Saat semua kalangan elit politik us berfikir membawa ketentraman dan kebahagiaan di negara kita, mereka seakan akan melupakan sesuatu yang berharga dan patut dibanggakan…

  4. asnugroho berkata:

    Mas Pulung dan mas Roni, terima kasih atas masukannya.

  5. mau tanya berkata:

    kebetulan saya ketemu tulisan ini.
    Saya, sebagai seorang Jepang, merasa aneh.

    >Bangsa Jepang relatif homogen, dan hanya >memiliki sekitar 15 bahasa/suku bangsa

    Anda dari mana dapat informasi ini ?
    Angka ini berdasar apa ?
    Tentu saja angka ini berbeda menurut definisi “suku”.
    Mengapa 15 ?

  6. asnugroho berkata:

    Terima kasih atas komentarnya. Setelah saya periksa memang angka 15 ini tidak merepresentasikan jumlah suku bangsa, karena shuwa termasuk dalam hitungan ini. Informasi ini berdasarkan data di situs : http://www.ethnologue.com/show_country.asp?name=JP
    Apakah anda memiliki data yang lebih akurat ? Saya sedang mencari-cari referensi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengupdate informasi di atas.

  7. mau tanya berkata:

    Aduh…Luar dugaan saya, situs ethnologue begitu asal-asalan. Tidak bisa dipercayai.
    Nah, tentu saja di Jepang ada banyak bahasa daerah (hougen) dan bahasa Ainu bukan bahasa Jepang. Situs ethnologue terlalu banyak menhitung bahasa-bahasa daerah Okinawa, sedangkan bahasa daerah selain Okinawa menhitung hanya satu saja. Aneh sekali.
    Kalau begitu di Jepang ada berapa bahasa daerah ? Saya sendiri tidak tahu. Masalah ini masalah kriteria bahasa daerah.
    Satu referensinya, coba lihat artikel Wikipedia versi Jepang tentang hougen.
    http://ja.wikipedia.org/wiki/%E6%97%A5%E6%9C%AC%E8%AA%9E%E3%81%AE%E6%96%B9%E8%A8%80
    Apalagi, sangat diragukan bolehkah penutur salah satu bahasa daerah dilihat sebagai salah satu suku bangsa.
    Tetapi saya setuju Jepang lebih homogen daripada Indonesia.

  8. asnugroho berkata:

    Terima kasih atas masukannya. Bisakah dicantumkan identitas anda, karena kita sedang dalam konteks diskusi ilmiah ? Komentar anonim tidak saya sukai. Kalau diperhatikan, maka situs ethnologue tidak menghitung banyaknya hougen (dialek), melainkan living language. Jadi di pulau Jawa misalnya “bahasa Jawa” dihitung satu living language, “bahasa Sunda” dihitung sebagai satu living language yang lain, dan seterusnya. Tetapi kalau dilihat dari segi “hougen” (dialek), maka dalam “bahasa Jawa” sekalipun akan terdiri dari banyak hougen(dialek). Misalnya bahasa Jawa yang dipakai di Jawa Tengah (Solo) berlainan dengan yang dipakai di Jawa Timur (Surabaya), dsb. Tetapi perbedaan ini tidaklah sebesar perbedaan antara bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Perbedaan bahasa yang dipakai di Solo dengan Surabaya, misalnya, adalah pada level dialek, sedangkan perbedaan bahasa Solo (bahasa Jawa) vs bahasa di Bandung (bahasa Sunda) adalah pada level bahasa. Bahasa Sunda sama sekali berbeda dengan bahasa Jawa. Pendapat saya, untuk menghitung banyaknya suku, bukan berdasar dari banyaknya dialek, melainkan lebih tepat didasarkan banyaknya living language (tentunya sign language tidak dihitung representasi satu suku). Jadi walaupun ada perbedaan dialek bahasa Jawa yang dipakai antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, mereka tetap termasuk dalam satu suku. Adapun, bahasa Jawa dan Sunda dihitung dua living language, yang berarti merepresentasikan dua suku bangsa : suku Jawa dan suku Sunda.

  9. Ping balik: Referensi untuk serba-serbi Jepang « Corat-coret Anto S. Nugroho

  10. saniroy berkata:

    Mas Anto,
    Saya pernah “terjerumus” ke analisis penamaan Jepang ini, dan saya tulis di sini Mas.

    Nama Keluarga di Jepang


    Salam dingin dari Sendai, Sani

  11. Lusidvicel berkata:

    Hello, i love asnugroho.wordpress.com! Let me in, please 🙂

  12. nino berkata:

    seneng bisa baca “tulisan” ini
    cz dikantor da org jpg juga tapi mereka jg bingung di indonesia karena keragaman bahasa yang kita punya..

  13. arul berkata:

    coba lihat juga hasil chatting sy dengan teman saya yang tinggal di jepang di blog ku

    http://www.asruldinazis.wordpress.com

  14. hikaru hamasaki berkata:

    saya pernah dan sering melakukan OJIGI ketika saya bertemu orang yang belum dikenal,hal tesebut sering saya lakukan baik dikota atau didesa(diBlitar,saya sendiri lahir di Blitar,di rumah nenek)mereka bisa menerima hal itu meski itu bukan budaya jawa,bagi mereka hal itu sudah menunjukkan kesopanan,dan bagi saya ingin sekali memperkenalkan budaya jepang diseluruh jawa atau bisa juga dikatakan ingin sekali mengAKULTURASIkedua budaya tersebut yg sama sama mencerminkan kesopanan,ketatakramaan dan penghormatan pada seseorang.
    NIPPON BUNKA TO JAWA BUNKA BANZAI!!!!!!

  15. masprim berkata:

    Wah..artikelnya panjang sekali ya.. bisa dibuatkan dalam sebuah buku, lalu kirim ke depdiknas ..eh apa sekarang ya namanya .. untuk rujukan kaum intelektual bidang pengkajian bahasa. Salam kenal dari mas prim..pekanbaru.

  16. IRA berkata:

    artikelnya panjang banget ya…!!!
    kalo boleh saya tanya awalnya gimana sih sampe bisa kul di jepang…cos saya kepingin banget kul di sana…insyaallah kalo S1 di sini dah selesai..(saya mahasiswi IPB)..persyaratan apa ja yang diperlukan…terimakasih informasinya…

  17. farid berkata:

    allow……. 🙂 pengen banget deh bisa ngenalin budaya kita ke Jepang……
    pengen banget ada orang Jepang yang bener2 tertarik sampai yang…… gimana gitu, kayak klo masyarakat Indonesia tertarik banget sama Jepang…
    Gimana ya………caranya?

  18. Andi E Sakya berkata:

    Dear Anto,
    Ass WW

    Saat ini saya sedang di Geneva mengikuti Sidang World Meteorology Organization. Lagi lunch dan membaca kutipan anda ttg keluhan saya terkait dengan bahasa. It’s nice 2 be reminded ttg masa2 yang lewat.

    Di sidang-sidang WMO, kita membahas bakal naiknya permukaan air laut karena Global Warming dan tentu akibatnya bagi dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tidak ada sistem peringatan dini yang secara instrumentatif adapt dilakukan, kecuali kerjasama seluruh dunia: 1) untuk beradaptasi dengan pemanasan global yang lajunya lebih 2 kali lipat dalam lima tahun terakhir, atau 2) mengurangi laju dengan penciptaan teknologi bersih.

    Saya tidak mendengar kawan-kawan aktif bergerak dalam teknologi bersih. Rasanya Jepang menjadi terdepan. Tetapi mereka yang sekolah di Jepang, apakah belajar tentang itu, saya juga tidak tahu.

    Hemat saya, teknologi bersih tersebut akan menjawab berbagai persoalan di Indonesia dalam 15 – 20 tahun mendatang.

    Salam,

    Andi E Sakya

  19. Wa alaikum salam Wr Wb
    Wah, kaget saya dapat respon dari Pak Andi. Ohisashiburi desu. Senang bisa kontak lagi walau lewat blog. Saya tidak tahu, apakah ada rekan Indonesia yg belajar mengenai teknologi bersih ini. Kapan ada arisan alumni Nagoya lagi ? Semoga satu saat bisa ketemu ya.
    Wassalam

    Anto S. N

  20. slomar berkata:

    ngomong-ngomong tentang global warming, apakah ada di antara bloger yang melihat permasalahan ini bukan dari teknologi atau ilmu eksakta saja, tapi yang mendiskusikan dari sudut pandang budaya? Karena saya melihat bahwa Jepang juga sangat maju dalam penelitian global warming dari sisi budaya ini. kalau ada saya ingin belajar, begitu cak roni? (eh sori sok kenal, cak roni yg pernah di urawa bukan? yang arek sby?)

  21. achie berkata:

    konichiwa……kebetulan saya mahasiswa sastra jepang,yang sedang mau membuat skripsi ttg Ojiki,dengan adanya tulisan ini saya jadi sedikit mengerti ttg Ojiki..kalau boleh,referensi buku apa yang bagus ttg itu,trus mencarinya dimana..arigatou gozaimashita…

  22. Achie,
    Mengenai ojigi saya rasa mesti ada literatur budaya yang membahasnya. Sayang saya tidak pernah mencarinya. Ada baiknya coba explore di perpustakaan Japan Foundation Summit Mas. Semoga berhasil.

  23. Bambang Eko S berkata:

    Aduh Mas, saya tu bener-bener dapet banyak banget ilmu dari apa yang ditulis ma Mas. kalo da pa2 saya hub ta pa2 ya. Mata^o^. Taihen doumone.

  24. deon berkata:

    emmm…makasi..makasi…saya dpt info penting dari tulisan ni.kbetulan lg skripsi yg ada hubungannya ma ojiki juga,,,
    eh kalo Achie kul dmn yaa?

  25. deon berkata:

    tadi ada yg salah, maksudnya Ojigi ^_^

  26. shiro ajah berkata:

    menarik banget deh… berguna. penting juga kita belajar untuk membandingkan negara kita sendiri dengan negara lain. buat tambah ilmu dan tambah cinta sama negara kita terkasih ini. ya nggak? pokoknya penting dah… meskipun dikit tapi ya teteup PENTING apalagi buat kemajuan bangsa kita.

  27. naili fauziyah berkata:

    aku pkir Jepang memang negara yang sangat unik, orang2nya pekerja keras,disiplin, kreatif.. hal ini bisa kita lihat dari produk2 mereka yang membanjiri pasar Indonesia, terutama barang2 elktronik, komik, film kartun, film serial,lagu, dll. pantaslah kalo Jepang menjadi negara maju di Asia karemna budaya masyarakatnya itu.tentu saja aku iri dengan Jepang andaikan manusia Indonesia bisa meniru karakter positif orang Jepang. bahasa Jepang juga sangat menarik.

  28. Florida berkata:

    Mas Nugroho Thanks yah buat article nya, dengan article ini saya jadi ngerti bagaimana budaya jepang untuk memberikan perhormatan kepada rekan kerja atau pun yang lain. Saya senang sekali dengan pola hidup orang jepang yang sangat disiplin dan juga pekerja keras. Semoga mas nugroho bisa memberikan lebih banyak article lagi yah untuk kebudayaan jepang biar ilmu kita makin banyak nih. Oh iya satu pertanyaan dari saya ” Apa benar untuk mahasiswa asing tidak diperkenankan untuk ” Arubaito ” atau ” Part time Job” ? Thanks

  29. EMHAS berkata:

    Mas Anto, dohisashiburi!! Ogenki deshouka?
    Gedung TOYOTA di depan stasiun Nagoya dah jadi lhoo..! Pengen maen lagi euy ke Nagoya,,kangen abis. Tp sekarang saya berada di Chiba…dan mencari nafkah di Tokyo bersama isteri dan si kecil ^-^.

  30. Liz berkata:

    helo, wow thanks alot for the article. 😀

  31. saila ainillah berkata:

    aku adalah pelajar smp yang suka banget dengan budaya Jepang, soalnya budaya Jepang itu menarik dan asik untuk aku pelajari dan aku simak. perbedaan budaya Jepang antara Indonesia berbeda jauh, ditengah era globalisasi ini budaya Jepang sangat lah kental dan masih kuat!!! contohnya aku menonton film tentang budaya jepang!!!! sampai-sampai pemerintah Jepang membuat film budayanya sendiri padahalkan konsumsi film budaya hampir tidak ada!!!!! dan mungkin orang-orang hanya suka kepada film-film yang berbau forno dan horor. tapi, kita lihat dengan budaya kita sendiri apa ada semacam penghargaan untuk budaya kita!!!!??? sepertinya kita sudah lupa tentang budaya kita sendiri!!! apalagi budaya orang luarlah yang mengambil budaya kita!! ya…..Malaysia!!!! ayo kita tingkatkan budaya kita, budaya Indonesia!!!!!!!! cayo!!!! semangat!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! ^_^

  32. wijayanti alias mbak yanti berkata:

    Dik Anto,
    Saya adalah teman lama dik Anto di Nagoya sekitar tahun 1992. Setelah 6 bulan belajar Nihon-go di Nagoya Daigaku, saya terus lanjut ke Toyohashi. Semoga masih ingat.
    Saya tertarik dengan tulisan dik Anto ttg perbedaan budaya Jepang dan Indonesia. Kapan2 kalau dik Anto tidak keberatan…bisa tidak dihubungi lewat telepon atau e-mail?
    Ja, arigatou ne….

  33. mia berkata:

    assalamualaikum pak,,
    kenalkan saya Mia,, saya senang melihat blog ini, karena infromasinya bener2 dari yang langsung ngalamin kuliah dan tinggal di Jepang.. Saya sekarang sedang kuliah tingkat 3, dan saya ingin berkesempatan melanjutkan studi di Jepang, Tapi, saya masih belum memiliki informasi tentang itu. Kira-kira saya bisa minta saran dari bapak?
    apa yang bisa saya persiapkan dari sekarang, agar saya bisa mewujudkan keinginan saya tersebut?
    terimakasih sebelumnya pak,,
    wassalam

    Mia

  34. ardansirodjuddin berkata:

    wah keren abiz , selamat atas blognya ya . . . .

    kalo ada waktu tolong kunjungi blog saya : http://ardansirodjuddin.wordpress.com/

  35. vita berkata:

    mENuRuT w InDoNeSiA HaRuS bAnYaK MeNcOnToH JePaNg…….KaReNa WaLaUpUn jEpAnG aDaLaH NeGaRa mAjU TaPi tIdAk PeRnAh mElUpAkAN bUdAyANyA SeNdIrI. KalAu iNdOnEsIa mALaH MelUpAkAn bUdAyAnYa sEnDiRI.pAdAhAl bUdAyA KiTa mErUpAka ASeT YaNg PaLiNg bEhaRgA………………………………….cOnToHnYa bAnYaK yAnG BiSa kItA TuNjUkAn pAdA dUniA lOCh

  36. fajar hidayat berkata:

    Aslkm…
    Wow, blognya keren mas…
    Rencananya akhir bulan nop. ini sy mau ke jepang buat riset ttg pariwisata. Masalahnya pake biaya sendiri, hihihi… Masih bingung ngumpulin duit buat pembayarannya. Ada masukan g mas buat nyari dana or sponsor di indonesia?
    Eh, mau nanya jg, betul tdk peneliti org asing di jepang dapat tunjangan (gaji)?
    Thanks sharingnya…
    Arigatoo…

  37. MiCheLe berkata:

    satu kata…wow…
    keren bgt blognya..
    perkenalkan nma saya michele
    saya mahasiswi jurusan komunikasi yang sedang memperdalam tentang budaya,,,dan saya sangat tertolong dengan artikel ini…^^~
    boleh saya copy kah blog anda?? dengan sumber dari anda…
    mkaci y…^^
    arigatou gozaimasu

    ♫MiChan♫

    Silakan michan

  38. morina berkata:

    hai q morina jrsn b.jepang di USU………………………………….
    q suka baca melihat blog ni coz dpt mengetahui sdkt ttng prbdan bud jpn dgn indonesia…………………………………..
    tokorode
    q ada tgs ttng ojigi ….Q blh gak copy blog anda? dr sumber dari anda………
    Arigatou Gozaimasu

  39. shensei berkata:

    mantabbb deh……
    keren banged.

  40. nadya berkata:

    oce deuh……
    semoga Indonesia-Jepang bisa lebih baik…Banzai!^^v

  41. Aliff Mustakim berkata:

    saya suka dengan komentar ini

  42. Nita berkata:

    memang amat berbeda saya hampir kecewa dengan keadaaan budaya di indonesia karena para pemuda indonesia tidak bisa mempertahankan budaya mereka itu mungkin karena para senior tidak banyak yang menurunkannya kepada pemuda. tapi saya srnang hidup di Tanah Air Indonesia dengan perdamaian,dan sosialisasi yang tinggi yang berbeda suku yang bisa bersatu

  43. jasmine berkata:

    terimakasih untuk artikelnya.
    saya sedang ada tugas untuk mencari perbedaan budaya jepang dan indonesia.
    ini sangat bermanfaat..karena nantinya saya akan merawat pasien2 orang jepang.
    terima kasih pak Anto

  44. dian (akari) berkata:

    Woww…artikelnya seru banget buat gw yang suka ama negeri sakura (jepang), tapi seandainya blog ini juga menampilkan informasi yang banyak mengenai jepang, gw pasti senang banget….!!!!!!

  45. bambang berkata:

    harusnya bangsa kita juga memegang teguh tradisi budaya, yang pasti banyak nilai-nilai positif , sebagai sebuah identitas bangsa, yang bisa kita jdkan pedoman dalam sikap dan perilaku, sehingga kita bisa jadi bangsa besar seperti Jepang

  46. chika berkata:

    halooo,budaya jepang????
    aku ungin menberi komment nich.
    sesungguhnya walaupun aku orang indonesia,tapi pada dasarnya aku lebih menyukai budaya jepang.cz menurut aku budaya jepang itu unik banget,apalagi dengan komik2nya yang memeng sangat di kenal di dunia,tidak hanya di indonesia tapi juga di negara lainnya.dan gambar2 yang mereka tampilkan sangat bagus dan kreative,lain dengan indonesia yang hanya bisa meniru.maaf nich kalo aku memang menyinggumg,tapi kenyataanya memang kayak gitu.semua yang ada di indonesia itu hanya berupa kamuflase saja,semuanya tiruan,komikpun tiruan.aku sebagai orang indonesia merasa sangat malu atas apa yang telah bi lakukan oleh orang indonesia.
    untuk yang membaca comment ku dan merasa keberatan dengan apa yang aku ungkapkan silahkan kirim E-mail kalian ke alamat E-mailku.

  47. rani wahanani berkata:

    Tolong bantu saya untuk mnysn skripsi
    dalam studi pendidikan bahasa jepang

  48. HyoRin YUNJAE berkata:

    moshi-moshi….

    saya adalah orang indonesia terutama orang bandung yang sangat kagum sekali terhadap sgalan sesuatu yang di lakukuan oleh orang2 jepang …
    saya sangat ingin suatu hari nanti ,, saya dapat menjadikan negara indonesia ini menjadi negara yang biza sebanding kemajuan tknologi n industrinya seperti orang jepang..
    karena saya juga wanita yang sekolah di bidang IT..

  49. ranoph berkata:

    Wah, saya suka sekali dengan blog Bapak….
    Saya jadi pingin sharing tentang masalah tanda tangan dan inkan (stempel).. Hmm, memang kalo sedang mengurus sesuatu yang berhubungan dengan administrasi di sini (Jepang) lebih baik dengan mencantumkan nama saja daripada tanda tangan ya.. Walhasil seperti yang saya alami, pembayaran handphone untuk langsung di-debet lewat bank jadi kacau.. kata petugas Softbank (nama perusahaan ponsel), tanda tangan saya tidak sesuai dengan yang ada di bank, urusannya jadi repot. Wah wah, tanda tangan mana bisa 100% sama kan… hahaha ^0^. Apa perlu saya jelaskan tentang perbedaan budaya ini kepada mereka? >,<

  50. elin berkata:

    sumimasen..menarik sekali p`bandingan ini….bisakah ini sebagai bahan untuk mata kuliah seminar saya…?karena saya sedang mencari refrensi untuk proposal saya…misalnya saya mengambil ttg cara pemakaian gesture penghormatan kepada yang lebih tua/dihormati..?bisakah judul ini saya ambil?

  51. Hani berkata:

    Pak Anto , Saya senang membaca blog ini , banyak hal yang belum saya ketahui secara detail.

    Setelah menyaksikan salah satu film Jepang berjudul ” Okuribito ” yang terkenal itu, saya ingin mempelajari lebih banyak hal mengenai pernak – pernik upacara adat Jepang dan Indonesia .
    Saya telah berusaha mencari referensi di Perpustakaan yang ada di Kota saya tinggal , akan tetapi saya tetap kesulitan . Apakah Pak Anto pernah menulis mengenai upacara adat bagi orang Jepang ? Atau mungkin tahu judul buku untuk referensi upacara adat Jepang khusus upacara kematian seperti yang saya lihat dalam film tsb ?

    Arigatou gozaimasu

  52. Nohara berkata:

    Semua tentang Jepang itu menarik….

  53. agrissinta berkata:

    aku mo kasih koment tentang perbandingan budaya budaya indonesia dan jepang, mengapa di tulisan anda tidak dikatakan saja perbandingan masyarakat jawa indonesia dengan jepang bukan. perbandingna budaya indonesia dan jepang karena secara keseluruhan akan ambigu dan membingungkan terutama bagi saya sendiri sebagai pembaca. bukan kah budaya di indonesia ini tidak merujuk kepada kebudayaan jawa saja tapi indonesia ini terdiri dari keanekaragaman budaya dari masyarakat yang bukan hanya orang jawa saja. apakah hal itu anda tulis karena budaya jawa lebih mendominasi di banding budaya di daerah lainnya. menurutku juga budaya jawa terlalu di universalitaskan sehingga menengelamkan budaya daerah lain yang cenderung lebih menarik juga untuk di ceritakan.

  54. fajrin ramadhani Aji berkata:

    wah mnari banget neh,trnyata detailx sangat jelas neh bt aku..
    kuw baru tau tuh ojigi sampe terdri beberapa bagian lagi brdasarkan suasanax,,
    thx 4 ilmunya…

  55. Maya berkata:

    kereeeen…!!!
    tulisanX bermuanfaat bgt, coz sy dpt tgs dr dosen speaking bwt mmbandingkan kebudayaan dr berbagai negara utk di prsentasikan di dpan.
    arigatou gozaimasu…!!!

  56. cuez berkata:

    menarik juga sich perbedaan itu. jadi kita bisa tahu perbedaanx. Bagaimana kalau ditambah wawasan dengan perbedaan pendidikan, kebudayaan, kepercayaan. tambah keren tu

  57. edhik berkata:

    Mas…saya pikir soal nama keluarga tuk indonesia tidak terlalu bgt de….
    khususnya wilayah indonesia timur….nama eluarga sangat penting untuk di cantumkan begitu juga klo nama keluarga bagi wanita yg menikah akan aan di tambahkan nama keluarga suami yg di nikahi…

    sory klo gw salah, tp itu sepengetahuan gw di keluarga gw.

  58. Inno berkata:

    Hebat artikelnya mas…….

  59. adek berkata:

    Setiap bangsa mempunyai karakter atau budaya yang mungkin relatif berbeda satu sama lain. Ketika berkunjung ke negeri matahari terbit, rasanya ada sesuatu yang kurang ‘sreg” atau “cocok” dengan budaya Indonesia, terlepas mereka tergolong sebagai negara maju. Semoga Indonesia pun bisa menjadi negara maju dengan tetap berpijak pada jatidiri bangsa,, termasuk budaya nasional tentunya 🙂

  60. stainless tanks berkata:

    Berikanlah nama” yang baik kepada anak” kita agar kelak nanti’y ia Dapat membawa nama’y sendiri..

  61. ismi berkata:

    menarik sekali

  62. rozi berkata:

    askum !
    wh artikelx mNr!k bget ms ! tpi syank agak kurng lengkp, coba di tambahi lagi bagaimna khidupn shari orang jepang asli dengan orang jepang yang skrang ini ! slain itu khidupan orang indonesia-nya juga ?

    waskum

  63. eka pratiwi berkata:

    beberapa berbedanya Kebudayaan , tapi menurut aku sebuah kebuyaan haris kita jaga, lestarikan dan hormati.

  64. iman berkata:

    budaya yang sedang kita anut sekarang sangat tidak pas ………….
    walau keadaan seperti ini kita harus tetep jaga dan lestarikan budaya nenek moyang kita dahulu karna itu lebih baik dari pada meniru budaya luar yang g jelas,,,,,,,,,,,

  65. irmaruslina berkata:

    mas anto, boleh pinjem tulisannya ya….mau speech di antara teman2 jepang…bolehkah? terimakasih sebelumnya….sumber akan saya sebutkan….

  66. Umbuk Budiasih berkata:

    Pak Anto, kalau ada tulisan lain tentang Hikaku Bunka saya tunggu. Kalau boleh saya usul, tampilakan tentang : Josei no shakai shinshutsu, Kyouiku seido, Fenomena bunuh diri di Jepang, Kyouiku mama, shudan shugi. Anto san ga kaita kono sho ronbun ha benkyou ni narimashita. Saya tunggu tulisan berikutnya. Maturnuwun.

  67. kuwat Noto Prayitno berkata:

    Kita tanamkan budaya disiplin dan kerja keras ,kejujuran orang jepang,mereka sehat waktu bekerja dan loyo waktu istirahat kalau kita bisa contoh pasti maju

  68. esa berkata:

    sipp…

  69. rikardus berkata:

    wah tulisannya bagus.. bisa memberi ilmu pengetahuan tentang perbedaan budaya, karena di kampus saya ada pelajaran hikaku bunka juga. ini membahas tentang budaya di indonesia dan di jepang. saya suka ini. bisa dijadikan referensi nih tulisan mas…

  70. grace berkata:

    tlg tanya dong..yang tahu mengenai budaya jepang..
    bagaimana kue mochi kok bisa sampai ke indonesia..?
    bagaimana ceritanya?
    info anda sangat berarti untuk pembuatan skripsi saya..
    thx..

  71. REGNA berkata:

    good….
    Q SUKA BUANGET PENJELASAN INI……

  72. inggit berkata:

    wah Pak,jadi ingin pergi ke Jepang juga..
    keren Pak!!!

  73. Nina berkata:

    AKU SETUJU DENGAN ARTIKEL INI!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!AKU SENENG BANGET!!ADA ORANG YANG BENER2 MAU MENSEDERAJATKAN NEGARA INDONESIA!!!!!>__<..
    Maaf, aku berlebihan! Tapi aku benar-benar sangat-sangat mencintai kedua negara ini!!!!!!INDONESIA!DAN JEPANG! Aku sangat tertarik bukan main pada jepang! Aku bahkan belajar bahasa jepang! Aku suka animenya!Aku suka budayanya! Aku bahkan membuat cerita dengan latar jepang!!Ada bunga sakura juga. Tapi,, kadang2 aku merasa bingung, kenapa? Jepang itu! Bisa melestarikan budayanya sehebat itu??!!!DAN KENAPA AKU HARUS MEMBUAT CERITA DENGAN LATAR JEPANG?! Meskipun aku suka jepang, tapi aku sering iri dengan jepang, kalau mengingat INDONESIA! Aku , selalu berusaha, agar aku bisa memmbuat cerita dg latar indonesia! Kebudayaan indonesia! Nama indonesia!!Semuanya!! karena aku yakin!!!Kalau dibandingkan….Indonesia nanti bisa selangkah lebih maju daripada jepang!! Aku ingin pergi ke jepang, aku ingin mempelajari semuanya!!Karena aku cuma punya 1 tujuan, AKU INGIN BISA MEMBUAT INDONESIA INI HEBAAAAT!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
    Terimakasih sekali! Artikel ini! Membuat aku semangat sekali!!!Aku ingin pintar! AKu ingin mengembangkan bakatku! Dan pergi ke jepang! Dan indonesia menang!!!
    TERIMAKASIH!!!TERIMAKASIH!!!Tolong, tolong sekali, beri aku informasi lebih banyak tentang perbedaan kedua negara yg sangat aku cintai! Aku juga berusaha! AKu selalu cari kebudayaan indonesia, dari sabang, aceh, sampai merauke!aku g bohong! Selain jepang, aku juga cari tentang negara lain! Kayak spanish! Aku ingin!!Aku bisa menguasai beberapa bahasa, dan kebudayaan..Tolong..bantu aku..onegaishimasu……kumohon…reply it to my email…doumo arigatou gozaimashita.

  74. Wahyu berkata:

    Jepang maju, salah satu kultur masyarakat yg mendukung. Kapan Indonesia dengan kultur seperti sekarang ini masuk menjadi negara maju ya…. Sepakat memperbaiki kultur kita? Seminggu saya ‘hanya’ menengok Tokyo, sempat sepur2an sendirian, hmmmm ….. bersih, ramah, tertib, aman, nyaman …

  75. ngobrolislami berkata:

    sebenarnya islam mempunyai pandangan yang lebih luas dari nasionalis
    kunjungi blog saya ya
    http://www.ngobrolislami.wordpress.com

    ferry

  76. saldy berkata:

    waktu saya menyerahkan tugas ke professor (shensei), shensei melakukan Ojigi Ritsurei sambil mengatakan I am so sorry to troubling you, maaf telah membebani anda dengan tugas….luar biasa budaya bangsa Jepang. Kita bangsa Indonesia kaya akan budaya namun sudah luntur….

  77. Aynie hikari berkata:

    sugoi desune…
    artikel ini benar2 mantap.
    terima kasih atas informasinya…

  78. mila berkata:

    isi artikelnya benar2 bagus….jd ingin membuktikan sendiri ke jepang

  79. diana berkata:

    Mas Anto, sekarang sudah kembali ke Indonesia-kah ? Sangat menarik untuk membuat semacam diskusi budaya yang akan membantu hubungan Indonesia-Jepang… walau pun friksi selalu ada…

    Ada nomor yang bisa saya hubungi mas ?

    Salam,
    Diana
    Japan Foundation, Jakarta

  80. Mbak Diana yth.
    Menarik sekali kalau bisa diselenggarakan diskusi budaya. Saya sudah berada di Indonesia sejak 2007 yll. dan aktif di BPPT (Jl.Thamrin No.8 Gedung II Lantai 4).
    No. HP saya 0888 673 1891.

  81. Gian Gantika berkata:

    Wah saya kagum sama tulisannya, kaya akan ilmu..
    mas boleh gk saya copy artikelnya untuk dishare di kaskus.us 🙂
    agar anak negeri tau mengenai hal ini

  82. Ping balik: Perbandingan Budaya Jepang dan Indonesia | dandytompul

  83. Miftachul Hadi berkata:

    Kesalahan yang sering terjadi jika seorang Indonesia baru mengenal budaya Jepang adalah saat melakukan ojigi, wajah tidak ikut ditundukkan melainkan memandang lawan bicara. * hm, sepertinya saya pernah melakukannya juga mas anto. duh, malu 😉 salam

  84. Bahasan yang detail sekali. Pengetahuan yang baru buat saya.

Tinggalkan komentar