Mengapa sampling dilakukan dalam pengambilan keputusan ?

Mengikuti debat di social media belakangan ini, saya mendapat kesan banyak yang tidak faham masalah sampling untuk membuat decision. Padahal sampling itu sehari-hari dilakukan tanpa kita menyadarinya. Mencicipi masakan, itu sampling juga. Mencoba korek api menyala tidak, itu sampling juga. Mau beli parfum, kita selalu mencoba sampelnya, periksa darah juga diambil sampel (kalau diambil seluruh darah di tubuh dan setelah ditelii, baru dikembalikan lagi ke tubuh, itu namanya cari gara-gara). Berapa kadarnya, tentu berbeda-beda, tergantung kasusnya. Tapi sampling itu sah dan ada kaidah ilmiah yg mendasarinya. Kita pun dalam kehidupan sehari-hari memakainya untuk mengambil keputusan, saat memasak, memilih parfum dll. Kalau zatnya homogen,sedikit saja cukup. Kalau populasinya lebih beragam karakteristiknya, tentu tekniknya lebih rumit. Sampel yg baik adalah yg mampu merepresentasikan populasinya. Adakalanya negara yg penduduknya sedikit tapi pilihannya heterogen (lebih variatif), memerlukan jumlah sampel lebih banyak untuk merepresentasikan penduduk, dibandingkan negara yg jumlah penduduknya lebih banyak tapi relatif homogen opininya. Ada 5 alasan untuk melakukan sampling :
1. Terlalu makan waktu lama dan effort besar untuk kontak ke seluruh populasi
2. Terlalu besar biaya untuk mempelajari seluruh populasi
3. Hasil yg diperoleh dari sampling biasanya cukup akurat
4. Beberapa cara uji biasanya destruktif, sampel tidak bisa dikembalikan seperti semula ( misalnya mencoba kualitas coklat di pabrik coklat)
5. Tidak mungkin memeriksa keseluruhan item

Ada 2 issue penting : berapa jumlah sample yg diambil, dan bagaimana cara pengambilannya. Untuk jumlah sample yg diambil dipengaruhi beberapa faktor : confidence level yg diinginkan, margin of error, variasi populasi. Sedangkan teknik pengambilan sampel cukup beragam, yg populer : simple random sample, systematic random sampling, stratified random sampling, cluster sampling.
Jika sampling dilakukan dg benar, hasilnya mestinya cukup akurat. Tapi jika sampling dilakukan dg keberpihakan, akibatnya tidak merepresentasikan variasi pada populasi, maka hasilnya akan berpihak.
Yang salah bukan kaidah statistikanya, tapi cara melakukannya yg membuat hasilnya tidak reliable.
Org awam hanya melihat bhw teori sampling itu salah total, karena mereka tidak mampu membedakan, mana pihak yg benar-benar melakukan sampling sesuai dg kaidahnya, mana yg melakukan sampling dg melanggar kaidah.

Tentang Anto Satriyo Nugroho

My name is Anto Satriyo Nugroho. I am working as research scientist at Center for Information & Communication Technology, Agency for the Assessment & Application of Technology (PTIK-BPPT : Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). I obtained my doctoral degree (Dr.Eng) from Nagoya Institute of Technology, Japan in 2003. My office is located in Serpong, Tangerang Selatan City. My research is on pattern recognition and image processing with applied field of interests on biometrics identification & development of computer aided diagnosis for Malaria. Should you want to know further information on my academic works, please visit my professional site at http://asnugroho.net
Pos ini dipublikasikan di kuliah, research dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar